Latar Belakang
Pengelolaan perbatasan memiliki nilai strategis bagi
suatu Negara dalam mendukung keberhasilan pembangunan, hal tersebut di
karenakan kawasan perbatasan merupakan representative nilai kedaulatan suatu
Negara, bermula dari kawasan perbatasan akan mendorong perkembangan ekonomi, sosial
budaya dan kegiatan masyarakat lainnya yang akan saling mempengaruhi antara
Negara, sehingga berdampak pada strategi keamanan dan pertahanan Negara. Kawasan perbatasan suatu Negara merupakan manifestasi
utama kedaulatan wilayah Negara, Secara garis besar terdapat tiga isu utama
dalam pengelolaan kawasan perbatasan antar negara, yaitu: (a) Penetapan garis
batas baik di darat maupun di laut; (b) Pengamanan kawasan perbatasan; dan (c)
Pengembangan kawasan perbatasan.
Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia
yang batas negaranya ada di dua matra, yaitu di laut dengan 10 (sepuluh) negara
tetangga, dan di darat dengan 3 (tiga) negara tetangga Sesuai dengan letak
geografis, wilayah darat Republik Indonesia berbatasan dengan tiga Negara yaitu
Malaysia, Papua New Guinea (PNG), dan Timor Leste. Sedangkan untuk wilayah laut
Indonesia berbatasan dengan sepuluh Negara yaitu Australia, India, Thailand,
Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, PNG, Palau dan Timor Leste.
Dari ketiga batas wilayah darat Negara, perbatasan
antara Indonesia dengan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) di wilayah pulau
Kalimantan, merupakan batas Negara yang memilki kompleksitas permasalahan
tertinggi, wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan membentang sepanjang
± 1.840 km (mencakup wilayah Propinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Utara ±
1.035 km dan Kalimantan Barat ± 805 km), dengan bentang garis perbatasan yang
panjang antar kedua Negara memunculkan berbagai persoalan yang memilki nilai
strategis keutuhan dan keamanan kedua Negara. Adapun persoalan yang ditimbulkan
adalah:
Pertama, penentuan batas darat yang belum sepenuhnya di
sepakati rujukan agreement kedua negara adalah pada konvensi pemerintah kolonial
Belanda dan Inggris Raya tahun 1891, 1915, dan 1928 yang hingga saat ini masih
terdapat 10 titik OBP (Outstanding Boundary Problems) yang berdampak pada
kehidupan social ekonomi masyarakat di perbatasan yang mengancam kedulatan Negara.
Kedua, sejak dibukanya pintu perbatasan (border gate) di
beberapa titik di Kalimantan, ternyata telah memperlihatkan kepada masyarakat
Indonesia, khususnya masyarakat di sekitar perbatasan dan masyarakat Indonesia
pada umumnya, kesenjangan pembangunan infrastrukur dikawasan perbatasan antar
kedua negara sangat jauh berbeda, yang berdampak pada kesenjangan sosial,
ekonomi dan kesejahteraanantara masyarakat perbatasan di Indonesia dan di
Malaysia.
Ketiga, permasalahan kehidupan ekonomi yang menunjukan
perbedaan yang sangat menonjol mengakibatkan munculnya kegiatan ekonomi iegal diantaranya
illegal logging, TKI dan penyelundupan lainnya (trafficking in persons),
eksploitasi sumber daya alam secara tidak beraturan, lemahnya sistem
pengawasan, semangat otonomi mengenai status dan kewenangan penanganan, serta
gejala degradasi nasionalisme.
Permasalahan perbatasan yang cukup rumit dan
kompleks ini, kurang mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah atau
pemangku kepentingan. Penanganan perbatasan selama ini belum dilakukan secara
optimal dan kurang terpadu, seringkali terjadi tarik menarik kepentingan antara
berbagai pihak yang menangani wilayah perbatasan baik secara horizontal,
sektoral maupun vertikal. Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah keadaan
masyarakat yang tinggal di sekitar daerah perbatasan yang seakan lepas dari
perhatian pemerintah pusat maupun daerah, Kondisi di lapangan memperlihatkan
banyak kebijakan pengelolaan perbatasan negara yang tidak saling mendukung dan/atau kurang sinergis satu sama
lain. Selama ini penanganan terhadap masalah-masalah yang muncul seputar
perbatasan masih bersifat ad-hoc, parsial dan spora diisi oleh instansi atau lembaga yang berbeda-beda.
Kondisi diatas memberikan gambaran bahwa lemahnya
kekuatan politik penganggaran yang masih berbasis pada konstituen atau lumbung
suara bagi anggota legislatif, dan penyediaan anggaran Pemerintah untuk pembangunan
infrastrukur relatife kecil dibandingkan kebutuhan sebenarnya dan VISI
Percepatan pembangunan kawasan perbatasan belum sepenuhnya sejalan antara
Kementerian dan Lembaga.
Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas, dapat dikemukakan
beberapa masalah yang menuntut pentingnya pengelolaan batas Negara dengan baik
dan terpadu, yaitu:
1.
Indonesia masih belum
menuntaskan kesepakatan beberapa segmen batas darat antara Negara tetangga.
2.
Masih nampaknya
kesenjangan pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia dengan Negara tetangga
(Malaysia, Papua New Guine).
3.
Masih maraknya
penyimpangan di batas wilayah Indonesia seperti illegal logging dan
penyelundupan (Trafficking in Person).
4.
Belum tertatahnya
perhatian pemerintah terhadap upaya pengelolaan batas Negara.
Landasan Hukum
Pengelolaan Perbatasan Negara
Landasan hukum yang digunakan sebagai acuan
penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan
Perbatasan, adalah antara lain:
1.
Undang-Undang
No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
2.
Peraturan
Presiden No. 78 Tahun 2005 tentang Pulau-Pulau Kecil Terluar;
3.
Undang-Undang
No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
4.
Undang-Undang
No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN
2005-2025);
5.
Undang-Undang
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
6.
Undang-Undang
No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
7.
Peraturan Pemerintah
No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);
8.
Undang-Undang
No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara;
9.
Undang-Undang
No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN
2010-2014);
10. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010 tentang Badan
Nasional Pengelola Perbatasan.
11. Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Kerangka Dasar
Mesepon berbagai persoalan pengelolaan perbatasan,
paradigma pembangunan kawasan perbatasan dimasa lampau yang lebih mengutamakan
pendekatan keamanan (security approach) daripada pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) mulai berubah. Undang Undang No. 17 tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional 2005-2025) telah
menetapkan arah pengembangan wilayah perbatasan negara yaitu “dengan mengubah
arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ‘inward
looking’, menjadi ‘outward looking’ sehingga wilayah tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan
negara tetangga. Berdasarkan UU tersebut, di samping pendekatan keamanan, upaya
pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan menggunakan
pendekatan kesejahteraan. Di samping itu, perhatian khusus diarahkan bagi
pengembangan pulau-pulau kecil terluar di perbatasan yang selama ini luput dari
perhatian.
Implementasi pengelolaan batas wilayah negara dan
kawasan perbatasan sebagai amanat pembangunan RPJPN 2005-2025 tersebut telah
dimulai sejak RPJMN I (2004-2009), namun demikian belum menampakkan hasil yang
signifikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan kawasan perbatasan, RPJMN II
(2010-2014) menempatkan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
sebagai prioritas nasiomal. Berdasarkan Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014,
dinyatakan bahwa sasaran-sasaran pokok pembangunan 5 (lima) tahun kedepan
terkait pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan adalah
sebagai berikut:
1.
Terwujudnya
keutuhan dan kedaulatan wilayah negara yang ditandai dengan kejelasan dan
ketegasan batas-batas wilayah negara;
2.
Menurunnya
kegiatan ilegal (transboundary crimes) dan terpeliharanya lingkungan hidup di
kawasan perbatasan;
3.
Meningkatnya
kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah penduduk miskin
di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar;
4.
Berfungsinya
Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan
perbatasan; dan
5.
Meningkatnya
kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/kota perbatasan yang diprioritaskan
penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten perbatasan yang tergolong daerah
tertinggal.
Analisis Masalah
Berbicara masalah perbatasan Negara, berarti ada dua
pokok pembicaraan yang dapat diangkat, yaitu Batas Negara itu sendiri dan
Kawasan Perbatasan. Batas Negara dalam hal ini berkaitan dengan kedaulatan
Negara dan Kawasan Perbatasan dalam hal ini berkaitan dengan Kesejahteraan.
Dalam analisisi ini, akan dijelaskan mengenai Batas Negara itu sendiri dan
Kawasan Perbatasan.
1.
Batas Negara
Batas Wilayah Negara adalah garis batas
yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum
internasional.[1] Sebagaimana telah
dijelaskan bahwa Batas Negara sangat erat kaitannya dengan “Kedaulatan”. Kedaulatan
merupakan konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan suatu
negara. Kata “daulat” dalam pemerintahan berasal dari kata Arab (daulah), yang berarti rezim politik atau
kekuasaan. Kedaulatan merupakan suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu
wilayah pemerintahan dan masyarakat. Dalam hukum konstitusi dan internasional,
konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kendali penuh
urusan dalam negerinya sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial atau
geografisnya, dan dalam konteks tertentu terkait dengan berbagai organisasi
atau lembaga yang memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Penentuan apakah suatu
entitas merupakan suatu entitas yang berdaulat bukanlah sesuatu yang pasti,
melainkan seringkali merupakan masalah sengketa diplomatik.
Kemudian dengan timbulnya hubungan antar
bangsa dan negara, maka kedaulatan itu mulai terasa terbatas, terlebih dengan
adanya perjanjian internasional (diplomatik) tersebut secara otomatis juga
telah mengurangi kedaulatan negara secara keluar. Kedaulatan ke dalam dengan
dibatasi oleh hukum positifnya, sehingga arti kedaulatan ini menjadi relatif. Kedaulatan
suatu negara sangat erat kaitannya dengan wilayah. Wilayah suatu negara
merupakan tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat bagi
pemrintahan untuk mengorganisir dan menyelenggarakan pemerintahannya. Adapun wilayah
suatu negara terdiri atas daratan, lauatan, serta udara.
Kedaulatan negara adalah harga mati
suatu martabat bangsa dan negara. Apabila suatu wilayah telah dijual atau
digadaikan karena kelalaian para pemimpin negeri ini, sama saja Indonesia
kehilangan sebagian martabat yang telah diwarisi para leluhur. Malaysia adalah
salah satu negara yang acapkali mengklaim bahkan telah merampas wilayah laut
yang merupakan kedaulatan Indonesia. Peristiwa perebutan Pulau Ambalat yang
kaya akan sumber minyak adalah salah satu dari sekian banyak sengketa antar
batas wilayah. Ironisnya, bahwa negara Malaysia tidak hanya merampas kedaulatan
kita, melainkan berbagai perampasan lainnya seperti pencaplokan budaya, mencuri
ikan di wilayah Indonesia, serta kasus-kasus penyiksaan terhadap pahlawan
devisa Indonesia yang mengadu nasib di negeri jira itu.
Indonesia telah merdeka dan memperoleh
kedaulatan yang diakui oleh negara-negara internasional selama lebih kurang 65
tahun. Akan tetapi, martabat serta wibawa Indonesia sebagai negara berdaulat
saat ini seakan diinjak-injak oleh negara serumpun bahkan negara lainnya akibat
kurang tegasnya pemimpin negeri ini dalam memberikan teguran dan sanksi yang
mengganggu kedaulatan Indonesia. Namun dalam mengawal kedaulatan suatu negara
tidak hanya dengan memberikan sanksi yang tegas serta teguran yang keras bagi
siapa yang mengganggu kedaulatan berupa wilayah negara tersebut, melainkan juga
dengan memberikan pendataan atas segala batas-batas maupun pulau-pulau kecil
yang masih berada dalam kedaulatan wilayah suatu Negara serta menyelesaikan
dengan segera 10 wilayah OBP (Outstanding Boundry Problem) yang ada di
Indonesia, karena dapat mengancam kedaulatan dan integritas wilayah NKRI[2].
Kemudian dengan membenahi sistim pertahanan negara baik darat, laut, maupun
udara untuk menangkal segala bentuk intimidasi serta penindasan terhadap batas
wilayah oleh suatu negara.
Apabila hal ini dilakukan oleh para
pemimpin suatu negara, niscaya kedaulatan yang telah diperjuangkan oleh para
pahlawan dalam menghadapi para penjajah akan segera dipertahankan. Akan tetapi,
jika hal tersebut tidak dilakukan dan dibenani secara akurat, maka sampai kapan
pun negeri ini akan selalu dilecehkan, ditindas, dirampas, serta diganggu
kedaulatannya oleh negara lain, terutama negara tetangga. Kedaulatan negeri ini
adalah harga mati yang harus dipertahankan untuk mengangkat martabat serta
harga diri di dunia internasional agar bangsa dan negara republik ini dapat
dikatakan masih mempunyai wibawa dan jati diri.
2.
Kawasan Perbatasan.
Dalam konteks batas negara, kawasan
perbatasan identik berbicara mengenai kesejahteraan masyarakat di daerah
perbatasan, baik dari segi kesehatan, pendidikan, maupun perekonomiannya. Kesan
kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap kawasan perbatasan pun jadi
penilaian yang buruk bagi pemerintah. Karena pemerintah diduga lebih mengutamakan
keamanan (security) dibanding dengan penigkatan kesejahteraan (prosperity). Apabila
diperhatikan kondisi sosial, politik, dan keamanan terdapat kesan kuat bahwa
dalam pengembangan kawasan perbatasan lebih menekankan aspek dan pendekatan
keamanan. Namun pada saat ini dimana situasi kemanan yang semakin kondusif dan
adanya proses globalisasi yang ditandai dengan berbagai kerjasama ekonomi baik
regional maupun sub-regional, maka pendekatan keamanan perlu disertai dengan
pendekatan kesejahteraan secara seimbang. Dipihak lain beberapa negara tetangga
yang berbatasan langsung dengan Indonesia telah mengembangkan daerah
perbatasannya sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang telah maju dengan
berbagai sarana dan prasarana fisik yang lengkap serta sumberdaya manusia yang
berkualitas.
Melalui UU No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Kawasan Perbatasan saat ini telah ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Nasional dari sudut pandang pertahanan dan keamanan. Penggunaan
istilah ini bukan berarti pengembangan kawasan perbatasan semata-mata
berorientasi kepada pendekatan hankam semata.Pendekatan kesejahteraan
bersama-sama dengan pendekatan hankam dan lingkungan menjadi strategi
pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, untuk menjamin kedaulatan wilayah NKRI.
Namun demikian, hingga saat ini kondisi
perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih
relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain. Di
beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan
negara tetangga. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya
ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti sarana dan prasarana
perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih,
pendidikan, dan kesehatan. Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di
kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya
optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit
berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan
masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya
biaya hidup, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia.
Untuk menjadikan kawasan perbatasan
sebagai kawasan beranda depan yang
berinteraksi positif dengan negara tetangga, diperlukan upaya dan komitmen dari
seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, legislatif,
dunia usaha, masyarakat adat dan sebagainya. Dari pemerintah diperlukan adanya
kebijakan nasional dan strategi pengembangan serta investasi sarana dan
prasarana fisik dasar seperti jalan, pelabuhan, air bersih, listrik dan
sebagainya. Pihak legislatif perlu mendukung setiap kebijakan dan peraturan yang
berkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan, sedangkan dari dunia usaha
diperlukan dukungan investasi bagi pengembangan pertumbuhan ekonomi seperti
kawasan-kawasan perdagangan, berikat, industri, pariwisata, dan kawasan
lainnya. Bagi masyarakat di sekitar perbatasan seperti masyarakat adat, perlu
diikutsertakan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan karena mereka
merasa memiliki hak-hak ulayat yang telah ada sejak sebelum Republik berdiri.
Namun ‘pengorbanan’ masyarakat adat ini perlu disertai dengan reward kepada
mereka yang diatur secara adil dan transparan.
Sedangkan strategi pengembangan kawasan
perbatasan secara khusus harus disesuaikan dengan kondisi potensi dan masalah
di masing-masing kawasan perbatasan. Beberapa model pengembangan kawasan
perbatasan darat yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi
kawasan perbatasan yang ada antara lain sebagai pusat pertumbuhan, transito,
stasiun riset dan pariwisata alam, serta agropolitan. Di dalam masing-masing
model tersebut dapat dibangun beberapa komponen pembentuk kawasan perbatasan,
seperti PLB, pelabuhan darat (dry port), kawasan wisata alam/lingkungan dan
budaya, akuakultur, kawasan berikat (bounded zone), kawasan industri, dan
welcome plaza. Pengembangan ekonomi kawasan perbatasan perlu mempertimbangkan
beberapa aspek antara lain pasar di negara tetangga, potensi komoditas daerah,
peluang bagi investasi swasta, serta jaminan keamanan, baik di internal maupun
yang berhubungan dengan negara tetangga. Sedangkan konsep pengembangan kawasan
perbatasan laut perlu lebih ditekankan pada upaya pengembangan pulau-pulau
terluar yang tersebar dari mulai Selat Malaka, kepulauan Sangihe Talaud sampai
di bagian selatan yaitu Pulau Wetar beserta kawasan di sekitarnya. Pulau-pulau
terluar yang merupakan “halaman depan” negara di wilayah laut, harus
dikembangkan segera sesuai fungsi dan potensi pulau. Masalah yang sering
ditemui di sebagian besar pulau kecil terluar antara lain adalah tidak
tersedianya sarana dan prasarana dasar dan ekonomi, tidak terjaga oleh aparat
keamanan, penduduknya lebih banyak berorientasi ke negara tetangga karena letak
pulau yang lebih dekat ke negara tetangga, sangat minimnya akses informasi
terhadap negara sendiri, dan sebagainya.
3.
Badan Nasional
Pengelola Perbatasan
Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (disingkat BNPP) adalah Badan Pengelola Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2008 tentang Wilayah Negara. BNPP merupakan lembaga nonstruktural yang dipimpin
oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden.
Profil BNPP
Pengelolaan perbatasan merupakan bagian integral
dari manajemen negara, yang secara operasional merupakan kegiatan penanganan
atau mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan. Sejalan dengan reorientasi
kebijakan pembangunan di kawasan perbatasan, melalui Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberikan mandat kepada Pemerintah
untuk membentuk Badan Pengelola Perbatasan di tingkat pusat dan daerah dalam
rangka mengelola kawasan perbatasan. Berdasarkan amanat UU tersebut, Pemerintah
melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 membentuk Badan Nasional
Pengelola perbatasan (BNPP). Dalam konteks pengelolaan batas wilayah negara dan
kawasan perbatasan, BNPP mengedepankan sinergi kebijakan dan program, sehingga
kelemahan dan keterbatasan yang ada selama ini, yakni penanganan perbatasan
negara secara ad-hoc dan parsial serta egosektoral, yang telah mengakibatkan
overlapping dan redundance serta salah sasaran dan inefisiensi dalam
pengelolaan perbatasan, diharapkan dapat diperbaiki.
Keanggotaan BNPP terdiri dari 18 Kementerian/Lembaga
Pemerintah Non Kementerian serta 12 Gubernur di Kawasan Perbatasan.
Susunan keanggotaan BNPP terdiri atas:
·
Ketua Pengarah : Menteri Koordinator Bidang Politik,Hukum
dan Keamanan
·
Wakil Ketua Pengarah I : Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian
·
Wakil Ketua Pengarah II : Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat;
·
Kepala BNPP : Menteri Dalam Negeri
·
Anggota :
1.
Menteri Luar Negeri;
2.
Menteri Pertahanan;
3.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
4.
Menteri Keuangan;
5.
Menteri Pekerjaan Umum;
6.
Menteri Perhubungan;
7.
Menteri Kehutanan;
8.
Menteri Kelautan dan Perikanan;
9.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional;
10.
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal;
11.
Panglima Tentara Nasional Indonesia;
12.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
13.
Kepala Badan Intelijen Negara;
14.
Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional;
15.
Gubernur Provinsi terkait.
Dengan demikian, diharapkan akan mampu menjadi daya
ungkit untuk memperkuat dan mengefektifkan tugas-tugas yang diemban oleh
Kementerian dan/atau Lembaga serta Pemerintah Daerah dalam mewujudkan Kawasan
Perbatasan sebagai Beranda Depan NKRI. Melalui koordinasi dengan Kementerian
dan Lembaga yang terkait langsung dengan penanganan perbatasan negara, BNPP
diharapkan dapat mendorong dan memfasilitasi terciptanya kebijakan dan program
pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan secara
terintegrasi dan terpadu.
Ruang lingkup tugas utama BNPP adalah mengelola
Batas Wilayah Negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan
perbatasan yang merupakan kristalisasi dari amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2008 pasal 15 dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 pasal 3, sebagai
berikut:
1) Menetapkan
kebijakan program pembangunan perbatasan;
2) Menetapkan
rencana kebutuhan anggaran;
3) Mengkoordinasikan
pelaksanaan; dan
4) Melaksanakan evaluasi dan pengawasan
terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Visi & Misi
Ditulis pada 29 Agustus
2013. Diposting di BNPP
Visi :
Terwujudnya Tata Kelola Batas Negara dan Kawasan
Perbatasan yang aman, tertib, maju dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang
menjamin kesejahteraan rakyat dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Misi :
Misi Badan Nasional Pengelola Perbatasan yang
ditetapkan merupakan peran strategik yang diinginkan dalam mencapai visi diatas
yaitu :
1) Mempercepat Penyelesaian garis batas antar
negara dengan negara tetangga;
2) Mempercepat pengembangan kawasan perbatasan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal, regional, nasioal dan internasional;
3) Meningkatkan penegakan hukum, pertahanan dan
keamanan untuk mewujudkan kawasan perbatasan yang kondusif bagi berbagai
kegiatan ekonomi, sosial dan budaya;
4) Menata dan membuka keterisolasian dan
ketertinggalan kawasan perbatasan dengan meningkatkan prasarana dan sarana
perbatasan;
5) Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam
darat dan laut secara berimbang dan berkelanjutan bagi kesejahteraan
masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara, serta;
6) Mengembangkan sistem kerjasama pembangunan
antara pemerintah daerah, antar daerah, antar negara, dan antar pelaku usaha;
Penelusuran
terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal, ditemukan beberapa faktor
dalam oganisasi BNPP sebagai faktor eksternal dalam bentuk ancaman berupa :
Hubungan organisasi pemerintah saat ini tidak lagi bersifat hirarkis, cakupan
dan kompleksit di wilayah perbatasan. Faktor peluangnya berupa semakin
menguatnya tingkat kepercayaan daerah kepada BNPP, situasi politik yang
kondusif serta adanya hubungan sinergis antara pemerintah Provinsi, Kabupaten/
Kota. Sedangkan Faktor Internalnya sebagai kekuatan organisasi BNPP berupa
kejelasan visi, misi, struktur organisasi serta kemampuan keuangan BNPP.
Kelemahannya berupa usia yang relatif masih muda, sarana prasarana yang kurang
memadai serta masih belum dilengkapinya aturan penunjang dari pelaksanaan
Undang-Undang berupa Peraturan Pemerintah (PP). Sebagai organisasi yang
menghadapi kondisi faktualnya diperlukan strategi yang dikelompokkan sebagai
isu strategis dan isu operasioanalnya berupa : a. Mewujudkan kualitas SDM
Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota di wilayah perbatasan, sehingga pengelolaan
perbatasan menjadi satu gerak dan langkah dari semua aparat yang menangani
perbatasan dari pusat (BNPP). b. Mewujudkan / membuat Peraturan Pemerintah (PP)
guna meningkatkan hubungan dengan Kementrian dan Lembaga secara kuat. c.
Melakukan koordinasi dengan Kementrian dan lembaga secar efektif dan intens d.
Kemampuan keuangan BNPP dapat menjalin hubungan dengan Pemerintah Provinsi,
Kabupaten/ Kota di wilayah perbatasan Keempat hal diatas mewakili kebutuhan
yang berdimensi luas tidak saja bagi aktualisasi peran pemerintah melalui BNPP,
namun juga bagaiman daerah bisa bersemangat mendukung program di era otonomi
untuk menyejahterakan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang semakin baik.
Kesimpulan
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pengelolaan perbatasan merupakan sesuatu
yang memiliki nilai strategis bagi suatu negara dan mendukung keberhasilan
dalam pembangunan. Hal ini dikarenakan kawasan perbatasan akan mendorong
perkembangan ekonomi, sosial budaya dan bahkan politik. Mengenai pengelolaan
batas negara, Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia yang
negaranya di batasi oleh dua matra, yaitu laut dan darat. Dengan 13 negara
tetangga yang membatasi darat dan laut Indonesia, 3 negara membatasi darat dan
10 negara membatasi laut. 3 negara yang berbatasan langsung dengan darat
Indonesia yaitu, Malaisya, Papua New Guinea (PNG), dan Timor Leste. Kemudan, 7 negara yang berbatasan langsung
dengan laut Indonesia yaitu Australia, India,
Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, PNG, Palau dan Timor Leste.
Dengan adanya perbatasan antara Indonesia dengan
negara-negara lain baik darat maupun laut, menyebabkan Indonesia harus siap
menirima berbagi persoalan yang akan ditimbulkan. Mengapa Indonesia harus siap?
Hal ini dikarenakan berbicara masalah perbatasan itu tidak terlepas dari pada
bidang Adapun persoaln-persoalan yang
akan ditimbulakan akibat dampak perbatasan antar negara Indonesia, yaitu:
1.
Indonesia masih
belum menuntaskan kesepakatan beberapa segmen batas darat antara Negara
tetangga.
2.
Masih nampaknya kesenjangan
pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia dengan Negara tetangga (Malaysia,
Papua New Guine).
3.
Masih maraknya
penyimpangan di batas wilayah Indonesia seperti illegal logging dan
penyelundupan (Trafficking in Person).
Dari persoalan yang timbul akibat adanya perbatasan
antar negara tersebut, membuktikan bahwa betapa pentingnya pengelolaan batas
negara secara baik dan terpadu. Apabila berbicara masalah pengelolaan
perbatasan, secara konsep dapat di pisahkan menjadi dua bagian, yaitu konsep
batas negara itu sendiri dan konsep kawasan perbatasan. Dimana batas negara
sangat erat kaitannya terhadap kedaulatan negara dan kawasan perbatasan sangat
erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan tersebut.
Batas negara Indonesia sebagaimana di jelaskan dalam
UU 34 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Batas Wilayah Negara adalah garis
batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum
internasional. Dengan demikian berbicara masalah batas negara sangat erat
kaitannya dengan Kedaulatan suatu
negara. Kedaulatan merupakan konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam
penyelenggaraan suatu negara. Kedaulatan negara adalah harga mati suatu
martabat bangsa dan negara. Apabila suatu wilayah telah dijual atau digadaikan
karena kelalaian para pemimpin Indonesia, sama saja Indonesia kehilangan
sebagian martabat yang telah diwarisi para leluhur. Malaysia adalah salah satu
negara yang acapkali mengklaim bahkan telah merampas wilayah laut yang
merupakan kedaulatan Indonesia. Peristiwa perebutan Pulau Ambalat yang kaya
akan sumber minyak adalah salah satu dari sekian banyak sengketa antar batas
wilayah. Ironisnya, bahwa negara Malaysia tidak hanya merampas kedaulatan kita,
melainkan berbagai perampasan lainnya seperti pencaplokan budaya, mencuri ikan
di wilayah Indonesia, serta kasus-kasus penyiksaan terhadap pahlawan devisa
Indonesia yang mengadu nasib di negeri jira itu.
Kemudian, kawasan perbatasan. Berbicara masalah
kawasan perbatasan erat kaitannya dengan Kesejahteraan
masyarakat di kawasan perbatasan. Sehingga kesan dampaknya selalu dikaitkan
dengan kesalahan pemerintah. Karena pemerintah lebih menonjol mengurus urusan
pertahanan dan keamanan negara di wilayah perbatasan di bandingkan dengan
mengurus masalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ada di kawasan
perbatasan. Terbukti di kawasan perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia hingga
saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan
tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di
wilayah Malaysia. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan
perbatasan dengan negara Malaysia sangat jauh. Kondisi ini pada umumnya
disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial
ekonomi seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman,
perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan. Keterbatasan
sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan
minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya
penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan,
keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial
ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, serta rendahnya kualitas
sumberdaya manusia.
Melihat kondisi seperti, kembali ditegaskan bahwa
sangatlah penting untuk mengurus pengelolaan batas negara dengan baik dan
terpadu, sehingga Implementasi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan
perbatasan sebagai amanat pembangunan RPJPN 2005-2025 tersebut telah dimulai
sejak RPJMN I (2004-2009), namun demikian belum menampakkan hasil yang
signifikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan kawasan perbatasan, RPJMN II
(2010-2014) menempatkan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
sebagai prioritas nasiomal. Berdasarkan Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014,
dinyatakan bahwa sasaran-sasaran pokok pembangunan 5 (lima) tahun kedepan
terkait pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan adalah sebagai
berikut:
1.
Terwujudnya
keutuhan dan kedaulatan wilayah negara yang ditandai dengan kejelasan dan
ketegasan batas-batas wilayah negara;
2.
Menurunnya
kegiatan ilegal (transboundary crimes) dan terpeliharanya lingkungan hidup di
kawasan perbatasan;
3.
Meningkatnya
kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah penduduk miskin
di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar;
4.
Berfungsinya
Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan
perbatasan; dan
5.
Meningkatnya
kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/kota perbatasan yang diprioritaskan
penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten perbatasan yang tergolong daerah
tertinggal.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2010 terbentuklah Badan Nasional Pengelola Perbatasan sesuai dengan
mandat UU Nomor 43 tahun 2008 sehingga Pemerintah Membentuk Badan tersebut
dalam rangka menyelesaikan problem yang ada diperbatsan baik itu di batas
Negara darat dan laut maupun pengembangan kawasan perbatasan yang menjadi
beranda Negara dan perlu perhatian khusus oleh pemerintah baik itu pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Badan Nasional Pengelola Perbatasan tidak hanya
memiliki tugas untuk mnyelesaikan masalah antar dua Negara tetapi BNPP juga
bertugas untuk menyejahterakan masyarakat yang ada diperbatasan jadi tugas BNPP
sangat luas diharapkan semua pihak bekerjasama dalam meningkatkan perekonomian
dan Sumber daya Manusia di daerah perbatasan
karena daerah perbatasan merupakan gerbang cerminan dari suatu Negara.
DAFTAR PUSTAKA
UU
No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Undang
Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJP Nasional 2005-2025)
Rencana
Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014
bnpp.go.id
Wikipedia.org ( Badan Pengelolaa Perbatasan )
UU No 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional
Pengelola Perbatasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar