Selasa, 24 Februari 2015

PENTINGNYA PENGELOLAAN BATAS NEGARA DENGAN BAIK DAN TERPADU


 
Latar Belakang
Pengelolaan perbatasan memiliki nilai strategis bagi suatu Negara dalam mendukung keberhasilan pembangunan, hal tersebut di karenakan kawasan perbatasan merupakan representative nilai kedaulatan suatu Negara, bermula dari kawasan perbatasan akan mendorong perkembangan ekonomi, sosial budaya dan kegiatan masyarakat lainnya yang akan saling mempengaruhi antara Negara, sehingga berdampak pada strategi keamanan dan  pertahanan Negara. Kawasan  perbatasan suatu Negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah Negara, Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan antar negara, yaitu: (a) Penetapan garis batas baik di darat maupun di laut; (b) Pengamanan kawasan perbatasan; dan (c) Pengembangan kawasan perbatasan.

Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia yang batas negaranya ada di dua matra, yaitu di laut dengan 10 (sepuluh) negara tetangga, dan di darat dengan 3 (tiga) negara tetangga Sesuai dengan letak geografis, wilayah darat Republik Indonesia berbatasan dengan tiga Negara yaitu Malaysia, Papua New Guinea (PNG), dan Timor Leste. Sedangkan untuk wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh Negara yaitu Australia, India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, PNG, Palau dan Timor Leste.

Dari ketiga batas wilayah darat Negara, perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) di wilayah pulau Kalimantan, merupakan batas Negara yang memilki kompleksitas permasalahan tertinggi, wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan membentang sepanjang ± 1.840 km (mencakup wilayah Propinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Utara ± 1.035 km dan Kalimantan Barat ± 805 km), dengan bentang garis perbatasan yang panjang antar kedua Negara memunculkan berbagai persoalan yang memilki nilai strategis keutuhan dan keamanan kedua Negara. Adapun persoalan yang ditimbulkan adalah:

Pertama, penentuan batas darat yang belum sepenuhnya di sepakati rujukan agreement kedua negara adalah pada konvensi pemerintah kolonial Belanda dan Inggris Raya tahun 1891, 1915, dan 1928 yang hingga saat ini masih terdapat 10 titik OBP (Outstanding Boundary Problems) yang berdampak pada kehidupan social ekonomi masyarakat di perbatasan yang mengancam kedulatan Negara.

Kedua, sejak dibukanya pintu perbatasan (border gate) di beberapa titik di Kalimantan, ternyata telah memperlihatkan kepada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di sekitar perbatasan dan masyarakat Indonesia pada umumnya, kesenjangan pembangunan infrastrukur dikawasan perbatasan antar kedua negara sangat jauh berbeda, yang berdampak pada kesenjangan sosial, ekonomi dan kesejahteraanantara masyarakat perbatasan di Indonesia dan di Malaysia.

Ketiga, permasalahan kehidupan ekonomi yang menunjukan perbedaan yang sangat menonjol mengakibatkan munculnya kegiatan ekonomi iegal diantaranya illegal logging, TKI dan penyelundupan lainnya (trafficking in persons), eksploitasi sumber daya alam secara tidak beraturan, lemahnya sistem pengawasan, semangat otonomi mengenai status dan kewenangan penanganan, serta gejala degradasi nasionalisme.

Permasalahan perbatasan yang cukup rumit dan kompleks ini, kurang mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah atau pemangku kepentingan. Penanganan perbatasan selama ini belum dilakukan secara optimal dan kurang terpadu, seringkali terjadi tarik menarik kepentingan antara berbagai pihak yang menangani wilayah perbatasan baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal. Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah keadaan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah perbatasan yang seakan lepas dari perhatian pemerintah pusat maupun daerah, Kondisi di lapangan memperlihatkan banyak kebijakan pengelolaan perbatasan negara yang tidak saling  mendukung dan/atau kurang sinergis satu sama lain. Selama ini penanganan terhadap masalah-masalah yang muncul seputar perbatasan masih bersifat ad-hoc, parsial dan spora diisi oleh  instansi atau lembaga yang berbeda-beda.

Kondisi diatas memberikan gambaran bahwa lemahnya kekuatan politik penganggaran yang masih berbasis pada konstituen atau lumbung suara bagi anggota legislatif, dan penyediaan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastrukur relatife kecil dibandingkan kebutuhan sebenarnya dan VISI Percepatan pembangunan kawasan perbatasan belum sepenuhnya sejalan antara Kementerian dan Lembaga.


Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas, dapat dikemukakan beberapa masalah yang menuntut pentingnya pengelolaan batas Negara dengan baik dan terpadu, yaitu:
1.      Indonesia masih belum menuntaskan kesepakatan beberapa segmen batas darat antara Negara tetangga.
2.      Masih nampaknya kesenjangan pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia dengan Negara tetangga (Malaysia, Papua New Guine).
3.      Masih maraknya penyimpangan di batas wilayah Indonesia seperti illegal logging dan penyelundupan (Trafficking in Person).
4.      Belum tertatahnya perhatian pemerintah terhadap upaya pengelolaan batas Negara.

Landasan Hukum Pengelolaan Perbatasan Negara
Landasan hukum yang digunakan sebagai acuan penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, adalah antara lain:
1.      Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
2.      Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005 tentang Pulau-Pulau Kecil Terluar;
3.      Undang-Undang No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
4.      Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025);
5.      Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
6.      Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
7.      Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);
8.      Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara;
9.      Undang-Undang No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014);
10.  Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
11.  Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.


Kerangka Dasar
Mesepon berbagai persoalan pengelolaan perbatasan, paradigma pembangunan kawasan perbatasan dimasa lampau yang lebih mengutamakan pendekatan keamanan (security approach) daripada pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) mulai berubah. Undang Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional 2005-2025) telah menetapkan arah pengembangan wilayah perbatasan negara yaitu “dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ‘inward looking’, menjadi ‘outward looking’ sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Berdasarkan UU tersebut, di samping pendekatan keamanan, upaya pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan menggunakan pendekatan kesejahteraan. Di samping itu, perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil terluar di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

Implementasi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai amanat pembangunan RPJPN 2005-2025 tersebut telah dimulai sejak RPJMN I (2004-2009), namun demikian belum menampakkan hasil yang signifikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan kawasan perbatasan, RPJMN II (2010-2014) menempatkan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai prioritas nasiomal. Berdasarkan Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, dinyatakan bahwa sasaran-sasaran pokok pembangunan 5 (lima) tahun kedepan terkait pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan adalah
sebagai berikut:

1.      Terwujudnya keutuhan dan kedaulatan wilayah negara yang ditandai dengan kejelasan dan ketegasan batas-batas wilayah negara;
2.      Menurunnya kegiatan ilegal (transboundary crimes) dan terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan perbatasan;
3.      Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah penduduk miskin di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar;
4.      Berfungsinya Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan; dan
5.      Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/kota perbatasan yang diprioritaskan penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten perbatasan yang tergolong daerah tertinggal.

Analisis Masalah
Berbicara masalah perbatasan Negara, berarti ada dua pokok pembicaraan yang dapat diangkat, yaitu Batas Negara itu sendiri dan Kawasan Perbatasan. Batas Negara dalam hal ini berkaitan dengan kedaulatan Negara dan Kawasan Perbatasan dalam hal ini berkaitan dengan Kesejahteraan. Dalam analisisi ini, akan dijelaskan mengenai Batas Negara itu sendiri dan Kawasan Perbatasan.

1.      Batas Negara
Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional.[1] Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Batas Negara sangat erat kaitannya dengan “Kedaulatan”. Kedaulatan merupakan konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan suatu negara. Kata “daulat” dalam pemerintahan berasal dari kata Arab (daulah), yang berarti rezim politik atau kekuasaan. Kedaulatan merupakan suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan dan masyarakat. Dalam hukum konstitusi dan internasional, konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kendali penuh urusan dalam negerinya sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial atau geografisnya, dan dalam konteks tertentu terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga yang memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Penentuan apakah suatu entitas merupakan suatu entitas yang berdaulat bukanlah sesuatu yang pasti, melainkan seringkali merupakan masalah sengketa diplomatik.

Kemudian dengan timbulnya hubungan antar bangsa dan negara, maka kedaulatan itu mulai terasa terbatas, terlebih dengan adanya perjanjian internasional (diplomatik) tersebut secara otomatis juga telah mengurangi kedaulatan negara secara keluar. Kedaulatan ke dalam dengan dibatasi oleh hukum positifnya, sehingga arti kedaulatan ini menjadi relatif. Kedaulatan suatu negara sangat erat kaitannya dengan wilayah. Wilayah suatu negara merupakan tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat bagi pemrintahan untuk mengorganisir dan menyelenggarakan pemerintahannya. Adapun wilayah suatu negara terdiri atas daratan, lauatan, serta udara.

Kedaulatan negara adalah harga mati suatu martabat bangsa dan negara. Apabila suatu wilayah telah dijual atau digadaikan karena kelalaian para pemimpin negeri ini, sama saja Indonesia kehilangan sebagian martabat yang telah diwarisi para leluhur. Malaysia adalah salah satu negara yang acapkali mengklaim bahkan telah merampas wilayah laut yang merupakan kedaulatan Indonesia. Peristiwa perebutan Pulau Ambalat yang kaya akan sumber minyak adalah salah satu dari sekian banyak sengketa antar batas wilayah. Ironisnya, bahwa negara Malaysia tidak hanya merampas kedaulatan kita, melainkan berbagai perampasan lainnya seperti pencaplokan budaya, mencuri ikan di wilayah Indonesia, serta kasus-kasus penyiksaan terhadap pahlawan devisa Indonesia yang mengadu nasib di negeri jira itu.

Indonesia telah merdeka dan memperoleh kedaulatan yang diakui oleh negara-negara internasional selama lebih kurang 65 tahun. Akan tetapi, martabat serta wibawa Indonesia sebagai negara berdaulat saat ini seakan diinjak-injak oleh negara serumpun bahkan negara lainnya akibat kurang tegasnya pemimpin negeri ini dalam memberikan teguran dan sanksi yang mengganggu kedaulatan Indonesia. Namun dalam mengawal kedaulatan suatu negara tidak hanya dengan memberikan sanksi yang tegas serta teguran yang keras bagi siapa yang mengganggu kedaulatan berupa wilayah negara tersebut, melainkan juga dengan memberikan pendataan atas segala batas-batas maupun pulau-pulau kecil yang masih berada dalam kedaulatan wilayah suatu Negara serta menyelesaikan dengan segera 10 wilayah OBP (Outstanding Boundry Problem) yang ada di Indonesia, karena dapat mengancam kedaulatan dan integritas wilayah NKRI[2]. Kemudian dengan membenahi sistim pertahanan negara baik darat, laut, maupun udara untuk menangkal segala bentuk intimidasi serta penindasan terhadap batas wilayah oleh suatu negara.

Apabila hal ini dilakukan oleh para pemimpin suatu negara, niscaya kedaulatan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan dalam menghadapi para penjajah akan segera dipertahankan. Akan tetapi, jika hal tersebut tidak dilakukan dan dibenani secara akurat, maka sampai kapan pun negeri ini akan selalu dilecehkan, ditindas, dirampas, serta diganggu kedaulatannya oleh negara lain, terutama negara tetangga. Kedaulatan negeri ini adalah harga mati yang harus dipertahankan untuk mengangkat martabat serta harga diri di dunia internasional agar bangsa dan negara republik ini dapat dikatakan masih mempunyai wibawa dan jati diri.

2.      Kawasan Perbatasan.
Dalam konteks batas negara, kawasan perbatasan identik berbicara mengenai kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan, baik dari segi kesehatan, pendidikan, maupun perekonomiannya. Kesan kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap kawasan perbatasan pun jadi penilaian yang buruk bagi pemerintah. Karena pemerintah diduga lebih mengutamakan keamanan (security) dibanding dengan penigkatan kesejahteraan (prosperity). Apabila diperhatikan kondisi sosial, politik, dan keamanan terdapat kesan kuat bahwa dalam pengembangan kawasan perbatasan lebih menekankan aspek dan pendekatan keamanan. Namun pada saat ini dimana situasi kemanan yang semakin kondusif dan adanya proses globalisasi yang ditandai dengan berbagai kerjasama ekonomi baik regional maupun sub-regional, maka pendekatan keamanan perlu disertai dengan pendekatan kesejahteraan secara seimbang. Dipihak lain beberapa negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia telah mengembangkan daerah perbatasannya sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang telah maju dengan berbagai sarana dan prasarana fisik yang lengkap serta sumberdaya manusia yang berkualitas.

Melalui UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kawasan Perbatasan saat ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut pandang pertahanan dan keamanan. Penggunaan istilah ini bukan berarti pengembangan kawasan perbatasan semata-mata berorientasi kepada pendekatan hankam semata.Pendekatan kesejahteraan bersama-sama dengan pendekatan hankam dan lingkungan menjadi strategi pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk menjamin kedaulatan wilayah NKRI.

Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan. Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

Untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan beranda depan  yang berinteraksi positif dengan negara tetangga, diperlukan upaya dan komitmen dari seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, legislatif, dunia usaha, masyarakat adat dan sebagainya. Dari pemerintah diperlukan adanya kebijakan nasional dan strategi pengembangan serta investasi sarana dan prasarana fisik dasar seperti jalan, pelabuhan, air bersih, listrik dan sebagainya. Pihak legislatif perlu mendukung setiap kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan, sedangkan dari dunia usaha diperlukan dukungan investasi bagi pengembangan pertumbuhan ekonomi seperti kawasan-kawasan perdagangan, berikat, industri, pariwisata, dan kawasan lainnya. Bagi masyarakat di sekitar perbatasan seperti masyarakat adat, perlu diikutsertakan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan karena mereka merasa memiliki hak-hak ulayat yang telah ada sejak sebelum Republik berdiri. Namun ‘pengorbanan’ masyarakat adat ini perlu disertai dengan reward kepada mereka yang diatur secara adil dan transparan.

Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan secara khusus harus disesuaikan dengan kondisi potensi dan masalah di masing-masing kawasan perbatasan. Beberapa model pengembangan kawasan perbatasan darat yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi kawasan perbatasan yang ada antara lain sebagai pusat pertumbuhan, transito, stasiun riset dan pariwisata alam, serta agropolitan. Di dalam masing-masing model tersebut dapat dibangun beberapa komponen pembentuk kawasan perbatasan, seperti PLB, pelabuhan darat (dry port), kawasan wisata alam/lingkungan dan budaya, akuakultur, kawasan berikat (bounded zone), kawasan industri, dan welcome plaza. Pengembangan ekonomi kawasan perbatasan perlu mempertimbangkan beberapa aspek antara lain pasar di negara tetangga, potensi komoditas daerah, peluang bagi investasi swasta, serta jaminan keamanan, baik di internal maupun yang berhubungan dengan negara tetangga. Sedangkan konsep pengembangan kawasan perbatasan laut perlu lebih ditekankan pada upaya pengembangan pulau-pulau terluar yang tersebar dari mulai Selat Malaka, kepulauan Sangihe Talaud sampai di bagian selatan yaitu Pulau Wetar beserta kawasan di sekitarnya. Pulau-pulau terluar yang merupakan “halaman depan” negara di wilayah laut, harus dikembangkan segera sesuai fungsi dan potensi pulau. Masalah yang sering ditemui di sebagian besar pulau kecil terluar antara lain adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana dasar dan ekonomi, tidak terjaga oleh aparat keamanan, penduduknya lebih banyak berorientasi ke negara tetangga karena letak pulau yang lebih dekat ke negara tetangga, sangat minimnya akses informasi terhadap negara sendiri, dan sebagainya.
3.    Badan Nasional Pengelola  Perbatasan
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (disingkat BNPP) adalah Badan Pengelola Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. BNPP merupakan lembaga nonstruktural yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Profil BNPP 
Pengelolaan perbatasan merupakan bagian integral dari manajemen negara, yang secara operasional merupakan kegiatan penanganan atau mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan. Sejalan dengan reorientasi kebijakan pembangunan di kawasan perbatasan, melalui Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk membentuk Badan Pengelola Perbatasan di tingkat pusat dan daerah dalam rangka mengelola kawasan perbatasan. Berdasarkan amanat UU tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 membentuk Badan Nasional Pengelola perbatasan (BNPP). Dalam konteks pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, BNPP mengedepankan sinergi kebijakan dan program, sehingga kelemahan dan keterbatasan yang ada selama ini, yakni penanganan perbatasan negara secara ad-hoc dan parsial serta egosektoral, yang telah mengakibatkan overlapping dan redundance serta salah sasaran dan inefisiensi dalam pengelolaan perbatasan, diharapkan dapat diperbaiki.
Keanggotaan BNPP terdiri dari 18 Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian serta 12 Gubernur di Kawasan Perbatasan.
Susunan keanggotaan BNPP terdiri atas:
·        Ketua Pengarah : Menteri Koordinator Bidang Politik,Hukum dan Keamanan
·        Wakil Ketua Pengarah I : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
·        Wakil Ketua Pengarah II : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
·        Kepala BNPP : Menteri Dalam Negeri
·        Anggota :
1.           Menteri Luar Negeri;
2.           Menteri Pertahanan;
3.           Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
4.           Menteri Keuangan;
5.           Menteri Pekerjaan Umum;
6.           Menteri Perhubungan;
7.           Menteri Kehutanan;
8.           Menteri Kelautan dan Perikanan;
9.            Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
10.         Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal;
11.         Panglima Tentara Nasional Indonesia;
12.         Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
13.         Kepala Badan Intelijen Negara;
14.         Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional;
15.         Gubernur Provinsi terkait.
Dengan demikian, diharapkan akan mampu menjadi daya ungkit untuk  memperkuat dan mengefektifkan tugas-tugas yang diemban oleh Kementerian dan/atau Lembaga serta Pemerintah Daerah dalam mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai Beranda Depan NKRI. Melalui koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga yang terkait langsung dengan penanganan perbatasan negara, BNPP diharapkan dapat mendorong dan memfasilitasi terciptanya kebijakan dan program pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan secara terintegrasi dan terpadu. 
Ruang lingkup tugas utama BNPP adalah mengelola Batas Wilayah Negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan yang merupakan kristalisasi dari amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 pasal 15 dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 pasal 3, sebagai berikut:
1) Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan;
2) Menetapkan rencana kebutuhan anggaran;
3) Mengkoordinasikan pelaksanaan; dan
4) Melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Visi & Misi
Ditulis pada 29 Agustus 2013. Diposting di BNPP
Visi :
Terwujudnya Tata Kelola Batas Negara dan Kawasan Perbatasan yang aman, tertib, maju dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyat dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Misi :
Misi Badan Nasional Pengelola Perbatasan yang ditetapkan merupakan peran strategik yang diinginkan dalam mencapai visi diatas yaitu :
1) Mempercepat Penyelesaian garis batas antar negara dengan negara tetangga;
2) Mempercepat pengembangan kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal, regional, nasioal dan internasional;
3) Meningkatkan penegakan hukum, pertahanan dan keamanan untuk mewujudkan kawasan perbatasan yang kondusif bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan budaya;
4) Menata dan membuka keterisolasian dan ketertinggalan kawasan perbatasan dengan meningkatkan prasarana dan sarana perbatasan;
5) Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam darat dan laut secara berimbang dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara, serta;
6) Mengembangkan sistem kerjasama pembangunan antara pemerintah daerah, antar daerah, antar negara, dan antar pelaku usaha;
Penelusuran terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal, ditemukan beberapa faktor dalam oganisasi BNPP sebagai faktor eksternal dalam bentuk ancaman berupa : Hubungan organisasi pemerintah saat ini tidak lagi bersifat hirarkis, cakupan dan kompleksit di wilayah perbatasan. Faktor peluangnya berupa semakin menguatnya tingkat kepercayaan daerah kepada BNPP, situasi politik yang kondusif serta adanya hubungan sinergis antara pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota. Sedangkan Faktor Internalnya sebagai kekuatan organisasi BNPP berupa kejelasan visi, misi, struktur organisasi serta kemampuan keuangan BNPP. Kelemahannya berupa usia yang relatif masih muda, sarana prasarana yang kurang memadai serta masih belum dilengkapinya aturan penunjang dari pelaksanaan Undang-Undang berupa Peraturan Pemerintah (PP). Sebagai organisasi yang menghadapi kondisi faktualnya diperlukan strategi yang dikelompokkan sebagai isu strategis dan isu operasioanalnya berupa : a. Mewujudkan kualitas SDM Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota di wilayah perbatasan, sehingga pengelolaan perbatasan menjadi satu gerak dan langkah dari semua aparat yang menangani perbatasan dari pusat (BNPP). b. Mewujudkan / membuat Peraturan Pemerintah (PP) guna meningkatkan hubungan dengan Kementrian dan Lembaga secara kuat. c. Melakukan koordinasi dengan Kementrian dan lembaga secar efektif dan intens d. Kemampuan keuangan BNPP dapat menjalin hubungan dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota di wilayah perbatasan Keempat hal diatas mewakili kebutuhan yang berdimensi luas tidak saja bagi aktualisasi peran pemerintah melalui BNPP, namun juga bagaiman daerah bisa bersemangat mendukung program di era otonomi untuk menyejahterakan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang semakin baik.

Kesimpulan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pengelolaan perbatasan merupakan sesuatu yang memiliki nilai strategis bagi suatu negara dan mendukung keberhasilan dalam pembangunan. Hal ini dikarenakan kawasan perbatasan akan mendorong perkembangan ekonomi, sosial budaya dan bahkan politik. Mengenai pengelolaan batas negara, Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia yang negaranya di batasi oleh dua matra, yaitu laut dan darat. Dengan 13 negara tetangga yang membatasi darat dan laut Indonesia, 3 negara membatasi darat dan 10 negara membatasi laut. 3 negara yang berbatasan langsung dengan darat Indonesia yaitu, Malaisya, Papua New Guinea (PNG), dan Timor Leste.  Kemudan, 7 negara yang berbatasan langsung dengan laut Indonesia yaitu Australia, India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, PNG, Palau dan Timor Leste.

Dengan adanya perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara lain baik darat maupun laut, menyebabkan Indonesia harus siap menirima berbagi persoalan yang akan ditimbulkan. Mengapa Indonesia harus siap? Hal ini dikarenakan berbicara masalah perbatasan itu tidak terlepas dari pada bidang  Adapun persoaln-persoalan yang akan ditimbulakan akibat dampak perbatasan antar negara Indonesia, yaitu: 
1.      Indonesia masih belum menuntaskan kesepakatan beberapa segmen batas darat antara Negara tetangga.
2.      Masih nampaknya kesenjangan pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia dengan Negara tetangga (Malaysia, Papua New Guine).
3.      Masih maraknya penyimpangan di batas wilayah Indonesia seperti illegal logging dan penyelundupan (Trafficking in Person).

Dari persoalan yang timbul akibat adanya perbatasan antar negara tersebut, membuktikan bahwa betapa pentingnya pengelolaan batas negara secara baik dan terpadu. Apabila berbicara masalah pengelolaan perbatasan, secara konsep dapat di pisahkan menjadi dua bagian, yaitu konsep batas negara itu sendiri dan konsep kawasan perbatasan. Dimana batas negara sangat erat kaitannya terhadap kedaulatan negara dan kawasan perbatasan sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan tersebut.

Batas negara Indonesia sebagaimana di jelaskan dalam UU 34 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Dengan demikian berbicara masalah batas negara sangat erat kaitannya dengan Kedaulatan suatu negara. Kedaulatan merupakan konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan suatu negara. Kedaulatan negara adalah harga mati suatu martabat bangsa dan negara. Apabila suatu wilayah telah dijual atau digadaikan karena kelalaian para pemimpin Indonesia, sama saja Indonesia kehilangan sebagian martabat yang telah diwarisi para leluhur. Malaysia adalah salah satu negara yang acapkali mengklaim bahkan telah merampas wilayah laut yang merupakan kedaulatan Indonesia. Peristiwa perebutan Pulau Ambalat yang kaya akan sumber minyak adalah salah satu dari sekian banyak sengketa antar batas wilayah. Ironisnya, bahwa negara Malaysia tidak hanya merampas kedaulatan kita, melainkan berbagai perampasan lainnya seperti pencaplokan budaya, mencuri ikan di wilayah Indonesia, serta kasus-kasus penyiksaan terhadap pahlawan devisa Indonesia yang mengadu nasib di negeri jira itu.

Kemudian, kawasan perbatasan. Berbicara masalah kawasan perbatasan erat kaitannya dengan Kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Sehingga kesan dampaknya selalu dikaitkan dengan kesalahan pemerintah. Karena pemerintah lebih menonjol mengurus urusan pertahanan dan keamanan negara di wilayah perbatasan di bandingkan dengan mengurus masalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ada di kawasan perbatasan. Terbukti di kawasan perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah Malaysia. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara Malaysia sangat jauh. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan. Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

Melihat kondisi seperti, kembali ditegaskan bahwa sangatlah penting untuk mengurus pengelolaan batas negara dengan baik dan terpadu, sehingga Implementasi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai amanat pembangunan RPJPN 2005-2025 tersebut telah dimulai sejak RPJMN I (2004-2009), namun demikian belum menampakkan hasil yang signifikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan kawasan perbatasan, RPJMN II (2010-2014) menempatkan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai prioritas nasiomal. Berdasarkan Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, dinyatakan bahwa sasaran-sasaran pokok pembangunan 5 (lima) tahun kedepan terkait pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan adalah sebagai berikut:

1.      Terwujudnya keutuhan dan kedaulatan wilayah negara yang ditandai dengan kejelasan dan ketegasan batas-batas wilayah negara;
2.      Menurunnya kegiatan ilegal (transboundary crimes) dan terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan perbatasan;
3.      Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah penduduk miskin di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar;
4.      Berfungsinya Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan; dan
5.      Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/kota perbatasan yang diprioritaskan penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten perbatasan yang tergolong daerah tertinggal.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 terbentuklah Badan Nasional Pengelola Perbatasan sesuai dengan mandat UU Nomor 43 tahun 2008 sehingga Pemerintah Membentuk Badan tersebut dalam rangka menyelesaikan problem yang ada diperbatsan baik itu di batas Negara darat dan laut maupun pengembangan kawasan perbatasan yang menjadi beranda Negara dan perlu perhatian khusus oleh pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Badan Nasional Pengelola Perbatasan tidak hanya memiliki tugas untuk mnyelesaikan masalah antar dua Negara tetapi BNPP juga bertugas untuk menyejahterakan masyarakat yang ada diperbatasan jadi tugas BNPP sangat luas diharapkan semua pihak bekerjasama dalam meningkatkan perekonomian dan Sumber daya Manusia di daerah perbatasan  karena daerah perbatasan merupakan gerbang cerminan dari suatu Negara.






















DAFTAR PUSTAKA

UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Undang Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional 2005-2025)

Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014
bnpp.go.id
Wikipedia.org ( Badan Pengelolaa Perbatasan )
UU No 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan





[1] UU No.43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara. Pasal 1, ayat 4.
[2] 10 wilayah OBP Indonesia : Tanjung Datu, Batu Aum, Titik D.400, Gunung Raya, Gunung  Jagoi/Sungai Boean, Pulau Sebatik, Sungai Sinapad, Sungai Sematipal, Titik B.2700;B.3100, dan titik C.500-C.600.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar