KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian
alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira
besarnya, sehingga penulis masih diberi kesempatan unuk menyelesaikan makalah
dengan judul “Pajak Bumi dan Bangunan”
Meskipun penulis berharap isi dari
makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca. amin
Jakarta , 31 Januari 21
Penulis
Ria FiriyaniAlbaar
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………………
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………………
Rumusan
masalah…………………………………………………………………………
BAB II
PEMBAHASAN
Objek dan Subjek
Pajak Bumi Dan Bangunan/PBB................................................................
Cara Pendaftaran
Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB...............................................
Tarif PBB............................................................................................................................
Pembayaran Pajak
Bumi Dan Bangunan / PBB..................................................................
Media Pemberitahuan
Besar Pajak Terutang........................................................................
Cara menghitung
PBB……………………………………………………………………..
Hak Wajib Pajak…………………………………………………………………………...
Sanksi Perpajakan
Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB…………………………………….
BAB
III PENUTUP
KESIMPULAN.....................................................................................................................
SARAN..................................................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pajak merupakan suatu iuran wajib
bagi wajib pajak. Adanya pajak diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan hidup
semua masyarakat. Pajak ini sifatnya tidak dapat dimanfaatkan secara langsung
oleh masyarakat. Pajak ini ada bermacam-macam. Dalam hubungannya dengan adanya
suatu wilayah di permukaan bumi dan segala sesuatu yang bernilai di atasnya,
dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus memiliki aturan yang jelas.
Peraturan yang berkaitan dengan
pajak ini diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan
adanya undang-undang No. 12 tahun 1994. Dengan adanya peraturan ini diharapkan
adanya pemungutan pajak yang berkaitan dengan bumi dan bangunan dapat dilakukan
sesuai dengan asas-asas yang ada.
Agar lebih memahami mengenai
adanya peraturan penarikan pajak bumi dan bangunan maka dalam dalam makalah ini
akan membahas mengenai Pajak Bumi dan Bangunan secara lebih mendalam.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara
yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari
padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun
oleh menteri keuangan.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja Objek dan
Subjek PBB serta tata Cara
Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan
bangunan?
2.
Berapa Tarif
PBB dan bagaimana Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan?
3. Apa
pengertian media pemberitahuan besar pajak terutang & Bagaimana
cara menghitung pajak PBB?
4. Apa
saja Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh Wajib
PBB serta Sanksi Perpajakan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Objek dan Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
Objek Pajak Bumi Dan
Bangunan / PBB adalah tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan /
PBB adalah orang pribadi atau badan yang menikmati, memanfaatkan atau memiliki
obyek pajak berupa tanah dan atau bangunan tersebut (Pemilik atau Penyewa
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di
pedalaman serta laut wilayah Indonesia
Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.
Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan atau perairan.
Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat,
pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah,
fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak
lepas pantai, dll.
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di
pedalaman serta laut wilayah Indonesia
Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.
Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan atau perairan.
Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat,
pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah,
fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak
lepas pantai, dll.
Objek pajak yang tidak
dikenakan PBB adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah
sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbalObjek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah
sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbalObjek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
Cara Pendaftaran Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
1.
Mengambil SPOP di KPBB / KPP Pratama atau di Kantor
Kelurahan.
2.
Mendaftarkan objek tanah dan atau bangunan dengan
mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
3.
Mengisi SPOP dengan benar dan jelas sesuai dengan
kondisi objek pajak seperti luas tanah maupun luas bangunan serta komponen
utama dan pendukung bangunan serta fasilitas lainnya.
4.
Menyerahkan SPOP
ke KPBB (Kantor Pajak Bumi dan Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek
pajak berada.
Orang atau Badan yang menjadi
Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis
di KPP atau KP2KP setempat.
Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan
per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
a. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan
dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
c. nilai perolehan baru;
d. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp
12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak.
b. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan
pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak
bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis
di KPP atau KP2KP setempat.
Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan
per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
a. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan
dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
c. nilai perolehan baru;
d. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp
12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak.
b. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan
pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak
bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya persentase NJKP adalah
sebagai berikut :
• Objek pajak perkebunan adalah 40%
• Objek pajak kehutanan adalah 40%
• Objek pajak pertambangan adalah 40%
• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
• Objek pajak perkebunan adalah 40%
• Objek pajak kehutanan adalah 40%
• Objek pajak pertambangan adalah 40%
• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
2. Tarif PBB
0,5% (setengah persen) sesuai
Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1994
2. Tarif efektif PBB adalah 0,1% untuk obyek yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk NJOP yang nulainya lebih besar dari sama dengan 1 milyar.
Untuk menghitung nilai pajak terutang Pejak Bumi dan Bengunan / PBB dilakukan dengan cara mengalikan tarif efektif dengan nilai jual obyek pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tinak Kena Pajak (NJOPTKP).
2. Tarif efektif PBB adalah 0,1% untuk obyek yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk NJOP yang nulainya lebih besar dari sama dengan 1 milyar.
Untuk menghitung nilai pajak terutang Pejak Bumi dan Bengunan / PBB dilakukan dengan cara mengalikan tarif efektif dengan nilai jual obyek pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tinak Kena Pajak (NJOPTKP).
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
Pembayaran PBB dapat dilakukan
melalui bank persepsi, bank yang tercantum dalam SPPT PBB tersebut, atau
melalui ATM, melalui petugas pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga
melalui kantor pos
PBB dapat dibayar di Bank Persepsi yang berada di KPBB / KPP Pratama, 160 bank tempat pembayaran secara online seperti Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank DKI serta melalui ATM BCA atau BII di seluruh Indonesia.
Untuk membayar PBB harus mengikuti tata cara yang ada yaitu membawa langsung SPPT PBB atau STTS tahun sebelumnya ke Bank yang dapat menerima pembayaran PBB. Bisa juga membayar PBB dengan fasilitas pembayaran melalui ATM BCA dan BII dengan memasukkan NOP dan tahun pajak. Pembayaran PBB tidak dapat dicicil atau diangsur. Setelah membayar PBB mintalah tanda bukti telah membayar lunas PBB dari Bank berupa STTS.
Menurut Undang-Undang Pasal 11 pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah SPPT PBB diterima Wajib Pajak (WP). Untuk PBB wilayah DKI Jakarta ditetapkan paling lambat tanggal 28 agustus setiap tahunnya. Jika pembayaran PBB dilaksanakan tetapi sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan maka akan dikenai sanksi perpajakan berupa denda administrasi
PBB dapat dibayar di Bank Persepsi yang berada di KPBB / KPP Pratama, 160 bank tempat pembayaran secara online seperti Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank DKI serta melalui ATM BCA atau BII di seluruh Indonesia.
Untuk membayar PBB harus mengikuti tata cara yang ada yaitu membawa langsung SPPT PBB atau STTS tahun sebelumnya ke Bank yang dapat menerima pembayaran PBB. Bisa juga membayar PBB dengan fasilitas pembayaran melalui ATM BCA dan BII dengan memasukkan NOP dan tahun pajak. Pembayaran PBB tidak dapat dicicil atau diangsur. Setelah membayar PBB mintalah tanda bukti telah membayar lunas PBB dari Bank berupa STTS.
Menurut Undang-Undang Pasal 11 pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah SPPT PBB diterima Wajib Pajak (WP). Untuk PBB wilayah DKI Jakarta ditetapkan paling lambat tanggal 28 agustus setiap tahunnya. Jika pembayaran PBB dilaksanakan tetapi sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan maka akan dikenai sanksi perpajakan berupa denda administrasi
3. Media Pemberitahuan
Besar Pajak Terutang
Untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang
terhadap suatu objek pajak diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT) yang diterbitkan setiap satu tahun sekali pada bulan januari oleh KPPBB
atau KPP Pratama. SPPT bisa diambil di Kantor Kelurahan atau langsung di KP-PBB
/ KPP Pratama di tempat Objek Pajak terletak.
Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJOP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1 miliar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJOP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1 miliar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Cara menghitung PBB
Contoh :
Objek perumahan:
- Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 Nilai jual tanah tersebut
termasuk kelas A 17 dengan nilai jual Rp 802.000,00 /m2
- Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual bangunan
tersebut termasuk kelas A 2 dengan nilai jual Rp 968.000,00 /m2
Penghitungan PBB-nya :
- Jumlah NJOP bumi
1.000 x Rp 802.000,00 = Rp 802.000.000,00
- Jumlah NJOP Bangunan
400 x Rp 968.000,00 = Rp 387.200.000,00
- NJOP sbg dasar pengenaan = Rp 1.189.200.000,00
- NJOPTKP = Rp12.000.000,00
- NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.177.200.000,00
- NJKP
40% x Rp 1.177.200.00 = Rp 470.880.000,00
PBB yang terutang
0,5% x Rp 470.480.000,00 = Rp 2.354.400,00
(Dua juta tiga ratus lima puluh empat ribu empat ratus rupiah
Berapakah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB Pedesaan dan
Perkotaan?
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling rendah
Rp10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak.
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Berapakah Tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Besarnya tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan paling tinggi sebesar 0,3%
Bagaimanakah Cara Menghitung PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Rumus penghitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
Contoh :
Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :
- Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2
- Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp350.000,00/m2
- Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp50.000,00/m2
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut:
1. NJOP Bumi :
800 x Rp300.000,00 = Rp 240.000.000,00
2. NJOP Bangunan
a. Rumah dan garasi
400 x Rp350.000,00 = Rp 140.000.000,00
b. Taman
200 x Rp50.000,00 = Rp 10.000.000,00
c. Pagar
(120 x 1,5) x Rp175.000,00 = Rp 31.000.000,00(+)
Total NJOP Bangunan = Rp 181.500.000,00
NJOPTKP = Rp 10.000.000,00(-)
Nilai Jual Bangunan Kena Pajak = Rp 171.500.000,00
3. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak = Rp 411.500.000,00
4. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah 0,2%
5. PBB terutang :
0,2% x Rp411.500.000,00 = Rp 823.000,00
4. Hak Wajib Pajak
Objek perumahan:
- Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 Nilai jual tanah tersebut
termasuk kelas A 17 dengan nilai jual Rp 802.000,00 /m2
- Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual bangunan
tersebut termasuk kelas A 2 dengan nilai jual Rp 968.000,00 /m2
Penghitungan PBB-nya :
- Jumlah NJOP bumi
1.000 x Rp 802.000,00 = Rp 802.000.000,00
- Jumlah NJOP Bangunan
400 x Rp 968.000,00 = Rp 387.200.000,00
- NJOP sbg dasar pengenaan = Rp 1.189.200.000,00
- NJOPTKP = Rp12.000.000,00
- NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.177.200.000,00
- NJKP
40% x Rp 1.177.200.00 = Rp 470.880.000,00
PBB yang terutang
0,5% x Rp 470.480.000,00 = Rp 2.354.400,00
(Dua juta tiga ratus lima puluh empat ribu empat ratus rupiah
Berapakah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB Pedesaan dan
Perkotaan?
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling rendah
Rp10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak.
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Berapakah Tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Besarnya tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan paling tinggi sebesar 0,3%
Bagaimanakah Cara Menghitung PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Rumus penghitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
Contoh :
Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :
- Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2
- Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp350.000,00/m2
- Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp50.000,00/m2
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut:
1. NJOP Bumi :
800 x Rp300.000,00 = Rp 240.000.000,00
2. NJOP Bangunan
a. Rumah dan garasi
400 x Rp350.000,00 = Rp 140.000.000,00
b. Taman
200 x Rp50.000,00 = Rp 10.000.000,00
c. Pagar
(120 x 1,5) x Rp175.000,00 = Rp 31.000.000,00(+)
Total NJOP Bangunan = Rp 181.500.000,00
NJOPTKP = Rp 10.000.000,00(-)
Nilai Jual Bangunan Kena Pajak = Rp 171.500.000,00
3. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak = Rp 411.500.000,00
4. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah 0,2%
5. PBB terutang :
0,2% x Rp411.500.000,00 = Rp 823.000,00
4. Hak Wajib Pajak
Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh Wajib PBB
Wajib pajak PBB adalah orang
pribadi atau badan yang memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib
pajak memiliki kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus
dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib
pajak.
1. Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima / dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.
Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima / dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.
2. Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
Bila menurut wajib pajak ada yang tidak sesuai antara data seperti NJOP, luas tanah dan atau bangunan pada SPPT yang diterimanya, maka dapat mengajukan keberatan ke KP PBB atau KPP Pratama. Surat pengajuan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima paling lambat diajukan 3 bulan sejak SPPT PBB diterima WP. KPBB / KPP Pratama memiliki batas waktu 12 bulan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima. Jika dalam tempo 12 bulan tidak ada jawaban maka keberatan WP dianggap diterima / dikabulkan.
Bila menurut wajib pajak ada yang tidak sesuai antara data seperti NJOP, luas tanah dan atau bangunan pada SPPT yang diterimanya, maka dapat mengajukan keberatan ke KP PBB atau KPP Pratama. Surat pengajuan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima paling lambat diajukan 3 bulan sejak SPPT PBB diterima WP. KPBB / KPP Pratama memiliki batas waktu 12 bulan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima. Jika dalam tempo 12 bulan tidak ada jawaban maka keberatan WP dianggap diterima / dikabulkan.
1. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau tempat
lain yang ditunjuk.
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau tempat
lain yang ditunjuk.
2..Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata
cara pengisian maupun
penyampaian kembali SPOP pada KPP atau KP2KP.
penyampaian kembali SPOP pada KPP atau KP2KP.
3. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari
KPP, atau KP2KP.
4. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi
kesalahan dalam pengisian
dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli
tanah, dan lain-lain).
dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli
tanah, dan lain-lain).
5. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai
Direktorat Jenderal Pajak dengan
surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan
menandatangani SPOP.
surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan
menandatangani SPOP.
6. Mengajukan permohonan tertulis mengenai
penundaan penyampaian SPOP
sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.
sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.
Kewajiban Wajib Pajak
1. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP
2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap:
a. Jelas berarti dapat dibaca sehingga tidak menimbulkan salah tafsir;
b. Benar berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
c. Lengkap berarti terisi semua dan ditandatangani serta dilampiri surat kuasa khusus bagi yang dikuasakan.
3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke KPP Pratama atau KP2KP
Penerapan Klasifikasi Bumi dan/atau Bangunan Dalam Penghitungan PBB
1. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP
2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap:
a. Jelas berarti dapat dibaca sehingga tidak menimbulkan salah tafsir;
b. Benar berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
c. Lengkap berarti terisi semua dan ditandatangani serta dilampiri surat kuasa khusus bagi yang dikuasakan.
3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke KPP Pratama atau KP2KP
Penerapan Klasifikasi Bumi dan/atau Bangunan Dalam Penghitungan PBB
Sanksi Perpajakan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
Apabila wajib pajak PBB tidak melunasi pembayaran
PBB sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan maka wajib pajak dapat
dikenai sanksi denda administrasi sebesar 2% perbulan maksimal selama 24 bulan
berturut-turut atau total denda administrasi sebesar 48%. Media pemberitahuan
pajak yang terutang melewati batas waktu yang terlah ditetapkan adalah dengan
Surat Tagihan Pajak (STP). Jika dalam waktu 30 hari setelah STP terbit belum
ada pembayaran dari WP, maka dapat diterbitkan Surat Paksa (SP) sesuai dengan
pasal 13.
BAB III
KESIMPULAN
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan suatu iuran kas Negara terhadap bumi dan bangunan yang berada di atasnya. Dasar hukumnya dijelaskan dalam UU No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No.12 tahun 1994.
1. Asas
dari penarikan pajak ini adalah memberikan kemudahan dan kesederhanaan,
kepastian hukum, mudah dimengerti dan adil, serta menghindari pajak berganda.
2. Nilai
Jual Objek Pajak merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, Objek Pajak merupakan bumi dan atau bangunan yang memiliki nilai jual,
dan Subjek Pajak adalah orang atau badan yang memiliki hak, mendapat manfaat,
dan atau memiliki, menguasai bumi dan bangunan.
3. Tarif
pajak ditentukan sebesar 0,5% dari nilao objek pajak. Dasar pengenaan pajak
adalah NJOP, dasar penghitungan pajak, dan Peraturan Pemerintah.
4. Cara
menghitung pajakadalah dengan mengalikan tarif pajak dengan NJKP. Tahun pajak
merupakan jangka waktu satu tahun takwim (1/1 sampai 31/12), saat menentukan
pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada 1/1, dan tempat
yang menentukan pajak terutang untuk daerah Jakarta adalah Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta, Daerah lainnya di wilayah Kabupaten atau Kota, sedangkan untuk
Batam, diwilayah Propinsi Riau.
5. Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) merupakan surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk melaporkan data obyek menurut ketentuan Undang-undang Pajak Bumi
dan Bangunan, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)merupakan surat yang digunakan
oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang
kepada wajib pajak, dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) merupakan surat yang
dikeuarkan oleh Direktur Jendral Pajak jika ada hal-hal yang tidak sesuai
dengan perundang-undangan perjakan dengan jumlah SKP adalah pokok pajak
ditambah denda administrasi sebesar 25%..
6. Tata
cara pembayaran dan penagihan, pajak terutang yang berdasarkan SPPT harus
dilunasi maksimal 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT, pejak terutang yang
berdasarkan SKP maksimal 1 bulan sejak diterimanya SKP, sedangkan pajak yang
telah jatuh temp, tapi belum dibayar dikenakan denda administrasi 2 % per
bulan. Pembayaran dapat dilakukan di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain
yang ditunjuk oleh Menteri Keungan.
7. Keberatan
dapat diajukan kepada Direktur Jendral Perpajakan atas SPPT dan SKP dan ketidak
sesuaian antara klasifikasi bangunan, NJOP tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya.Banding dalam pajak ditangani oleh Pengadilan Pajak, dengan
persetujuan Dirjen Pajak, dengan pengajuan keberatan selama tiga bulan.
8. Pengurangan
pajak diberikan kepada orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu dengan
pengurangan maksimal 75% dari besarnya pajak terutang, jika terjadi bencana
pada objek pajak, maka pengurangan dapat diberikan hingga 100%, dan
dipertimbangkan atas kondisi objek pajak serta penghasilan wajib pajak.
Pengurangan denda administrasi dapat diberikan oleh dirjen pajak karena hal-hal
tertentu. Pejabat yang tugas pekerjaannya berkakitan langsung dengan objek pajak
seperti camat, notaries/atau pejabat pembuat akta tanah, serta pejabat
pembuatan akta tanah. Sanksi bagi wajib pajak ditagih dengan surat teguran
hingga SKP, sanksi berupa denda dengan ketetapan pokok pajak ditambah dengan
denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak, sedangkan sanksi bagi
pejabat disesuaikan dengan PP No.30 tahun 1980 tentang Peraturan disiplin
Pegawai Negeri Sipil, Staatblad 1860 No.3 tentang Peraturan Jabatan Notaris,
sedangkan sanksi bagi petugas/pejabat yang pekerjaannya berkaitan langsung
dengan objek pajak maupun pihak lainyya dipidana kurungan selama-lamanya 1
tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000.
9. Cara
pembagian hasil penerimaan PBB yang telah masuk kas Negara akan dibagi untuk
Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan, 10% (dibagi 65% untuk daerah
kabupaten dan kota) untuk pemerintah pusat, dan 90% (16,2% untuk Daerah
Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi
dan 64,8 daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan saluran ke rekening Kas
Umum Daerah Kebupaten/Kota, 9% untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada
Direktorat Jendral Pajak Pajak
SARAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar