Sabtu, 31 Januari 2015

Peran Ibu dalam Membangun Identitas Nasional di Era Globalisasi



27 Mei
Identitas
Pertanyaan yang sangat umum kita dengar sehari-hari, “ ah, ada orang baru? siapa dia?, dari mana asalnya? Pertanyaan-pertanyaan siangkat tersebut memerlukan jawaban yang sangat panjang dan kompleks untuk menjelaskan identitas seseorang. Pencarian identitas adalah suatu proses panjang yang harus ditempuh manusia untuk menempatkan diri dalam masyarakat.
Untuk membangun identitas manusia dalam pertumbuhannya berusaha mencerna apa yang ada di sekitar lingkungannya, bertindak dan berpikir sesuai dengan kondisi sosial yang melingkupinya. Bagian utama dari suatu bangunan identitas adalah proses panjang penilaian terhadap diri sendiri serta usaha individu untuk menguasai dirinya sendiri.
Dalam proses selanjutnya, setelah individu mengenal tentang dirinya, ia mampu mengembangkan dirinya melalui penelaahan yang lebih dalam terhadap pengalaman-pengalaman dan informasi yang ditangkapnya. Penilaian pengalaman dan informasi tersebut mengalami beberapa tahapan yaitu ‘usaha untuk melupakan ’, ‘seleksi’, ‘membandingkan’, dan ‘mengingat’1 dan melalui penahapan tersebut manusia terus membangun dirinya. Berdasar pada penahapan tersebut maka identitas individu bukanlah sesuatu yang statis melainkan selalu berkembang sesuai tuntutan sosial.
Selanjutnya manusia berada dalam ruang bersama yang lebih luas yang mencakup konsep ruang dan waktu. Ruang kolektif tersebut dipahami secara relatif sejauh kemampuan manusia mencernanya. Maka dalam proses interaksi tersebut identitas individu melebur dalam suatu sudut pandang kolektif sehingga timbul identitas kolektif dan kita mengenalnya sebagai identitas kelompok, identitas warga dan identitas bangsa. Dalam ruang kolektif terbentuk stereotip ’kita’ dan ’mereka’ yang secara kontinyu selalu bersinggungan dan membentuk tegangan. Suatu kelompok masyarakat yang mengidentifikasikan kelompoknya sebagai anggota masyarakat modern tentu saja tersinggung apabila oleh kelompok lain disebut sebagai ’primitif’. Sedangkan kelompok masyarakat yang dianggap oleh kelompok lainnya ’primitif’ mungkin tidak tersinggung oleh anggapan tersebut karena mereka menilai lingkungan di sekitarnya jauh berbeda dengan apa yang dilakukan kelompok lain.
Dari paparan di atas bangunan identitas kelompok pun akan mengalami proses perkembangan. Bangsa Indonesia pun berkembang sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu. Proses sejarah telah menempa anak-anak bangsa untuk terus melakukan inovasi untuk keluar dari kesulitan dan bertahan dari tantangan jaman. Sepanjang perkembangan bangsa Indonesia patut untuk tidak dilupakan semangat inovatif para pendahulu kita yang telah lebih dulu berusaha menemukan jati dirinya dan berjuang untuk keyakinannya bahwa apa yang ia lakukan baik sendiri maupun bersama dengan yang lainnya untuk membangun jati diri kolektif sehingga bangsa indonesia mendapatkan pengakuan sebagai suatu bangsa yang merdeka dan mampu berdiri sendiri.
1 Hans Peter Frey, Karl Hauser (Ed). Identität, Stuttgart, 1987
Berbicara mengenai sejarah, maka patut pula untuk menilik kembali apa sesungguhnya hakikat dari Hari Ibu. Hari Ibu di Tanah Air yang jatuh pada tanggal 22 Desember mempunyai akar sejarah dan makna jauh berbeda dari tradisi Mother’s Day model Barat. Momentum ini bertolak dari semangat pembebasan nasib perempuan dari belenggu ketertindasan pada waktu itu. Peristiwa ini terjadi pada momentum Konngres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta pada 22-25 Desember 1928 yang dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Konggres ini adalah salah satu puncak kesadaran berorganisasi kaum perempuan Indonesia karena di dalamnya berhasil dirumuskan tuntutan penting kaum perempuan Indonesia waktu itu, seperti; penentangan terhadap perkawinan anak-anak dan kawin paksa, tuntutan akan syarat-syarat perceraian yang menguntungkan pihak perempuan, sokongan pemerintah untuk para janda dan anak yatim, beasiswa untuk anak perempuan dan sekolah-sekolah perempuan. Hal-hal yang dibahas sepanjang konggres tersebut merupakan persoalan dan kemelut panjang yang dihadapi kaum perempuan pada masa tersebut sehingga mereka sepakat untuk mendirikan Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) untuk memperbaiki nasib dan derajat perempuan Indonesia.
Konggres Perempuan Indonesia yang telah dipaparkan di atas adalah suatu hasil langkah panjang perjuangan perempuan Indonesia sebelumnya seperti, Cut Nya Dien, Marta Kristina Tiahahu, RA. Kartini, Dewi Sartika dan para pejuang perempuan lainnya. Dari merekalah kita belajar untuk mencerna apa itu yang disebut dengan kesataraan dan keadilan Gender dan bisa dibayangkan begitu sulitnya mereka melewati ’batas garis perbatasan identitas’ seorang perempuan. Seorang Kartini misalnya harus memperjuangkan ide pembebasan kaum wanita dari belenggu bukan saja dari kelompok laki-laki, namun juga dari kaum perempuan yang masih terikat dengan pemahaman bahwa sangatlah wajar bahwa perempuan harus dibelenggu.
Bangunan identitas perempuan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Hingga saat ini kesetaraan dan keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut.2
Peran Perempuan sebagai Ibu
Pembahasan mengenai peran perempuan dalam masyarakat selalu dikaitkan antara fungsi kodrati perempuan dan fungsi sosial. Sudah menjadi kodrat perempuan untuk mampu mengandung, melahirkan dan menyusui. Hal itulah yang menempatkan perempuan sebagai figur pendidikan, penuh kasih sayang, lambang keindahan dan kedamaian. Kutipan dari lagu di bawah ini menggarisbawahi pemahaman tersebut:
Kasih Ibu
Kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
2 Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No.25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Propenas 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan Gender.
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia.
Dalam kenyataan sehari-hari peran perempuan dihadapkan tegangan antara peran kodrati dan peran sosialnya. Berbeda dengan seks/kodrat bahwa jenis kelamin terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar dan diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya, maka Gender bukanlah kodrat karena gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada.
Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi , tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk atau dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan jaman. Oleh karena itu tanggung jawab mendidik anak dalam rumah tangga sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama ayah dan ibu. Namun terkadang keadaan tertentu menuntut seorang ibu untuk mendidik anak sendirian tanpa peran laki-laki. Dalam tatanan masyarakat modern hal tersebut bukanlah hal yang aneh. Di masa lalu pun perempuan harus menanggulangi masalah kehidupan sendirian, tatkala para suami berjuang di medan perang ataupun berburu.
Dalam lingkungan rumah tangga peran ibu sebagai pendidik memang tidak tergantikan, terutama pada masa balita, saat di mana seorang anak menemukan identitas awal. Pada saat itulah ibu lebih berperan dalam memupukan karakter seorang anak. Mereka bersentuhan langsung dengan manusia-manusia muda yang masih sangat haus dengan persentuhan mereka dengan dunia luar. Hal ini kadang berkelanjutan pada fase perkembangan anak selanjutnya, yaitu terjalin hubungan emosional yang kuat antara anak dan ibu. Hubungan antara ibu dan anak yang penuh kasih sayang membangun wawasan anak terhadap nilai-nilai kemanusian dan pemahamannya terhadap lingkungan sekitarnya.
Wawasan tersebut sangatlah diperlukan dalam perkembangan kepribadian anak selanjutnya. Dalam masa pertumbuhan tersebut dimulailah proses pemupukan budaya. Seorang anak akan mengenal kebiasaan sehari-hari yang dilakukan oleh sang ibu, cara berpikir, bertindak dan berbicara dengan individu lainnya. Hal-hal tersebut memberikan pengalaman baginya untuk mencerna suatu ’kebiasaan’ atau tatanan dalam bersikap dan merupakan persentuhan pertamanya terhadap dunia luar.
Dalam ruang yang lebih luas, seorang anak akan dituntun oleh orang tua untuk bertindak dan bersikap sesuai dengan tatanan sosial yang ada dalam suatu kelompok, masyarakat dan negara.
Arena Dunia Yang Berubah Cepat.
Memasuki abad ke 21 kehidupan umat manusia memasuki suatu arena yang baru. Kehidupan modern ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan media. Manusia modern bukan hanya ingin mengendalikan alam semesta dan menaklukkannya, namun juga memiliki peranti dan kemampuan untuk mewujudkan hal itu. Ia semakin yakin bahwa ruang dan waktu pun ia dapat kuasai.
Seiring dengan perkembangan tersebut maka sangatlah dimungkinkan pertemuan berbagai budaya yang memberikan pengaruh yang dahsyat bagi perkembangan budaya global. Media masa memberikan masukan utama dalam pembentukan pola pikir global, demikian juga dengan perkembangan ekonomi dan pasar global yang memungkinkan seseorang bergerak dari suatu ruang budaya lokal ke budaya lokal lainnya. Sangatlah biasa ditemui orang Indonesia menggunakan tas buatan perancis, sambil menikmati makan siang di suatu restoran Jepang dan berbicara dengan kolega berbahasa Jerman. Atau sangatlah mungkin suku asmat di papua harus menghadiri pameran kesenian di London.
Contoh-contoh tersebut membuktikan bahwa arus globalisasi telah mendorong pertemuan multibudaya. Manusia modern berada dalam persimpangan raya di mana berbagai budaya bertemu. Di situlah dimungkinkan adalanya proses mengenal dan memahami, dan sangat dimungkinkan terjadinya konflik antar budaya. Mau tidak mau generasi yang tumbuh di masa global berada dalam pertentangan budaya lokal dan global. Kadangkala terjadi suatu tegangan antara tuntutan untuk berada dalam ranah lokal dan melangkah menuju ranah global.
Di sinilah diperlukan kepekaan budaya seorang pendidik untuk dapat mengantar anak didik dalam proses pembentukan jati diri. Bagaimana menjadi seorang Indonesia yang mampu mengambil keputusan dari berbagai pilihan dalam hidup. Dalam alam modern pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia-manusia mandiri. Apa artinya? Mandiri artinya memiliki kebebasan batin di dalam mengenali pilihan-pilihannya, memutuskan pilihan-pilihan yang ada dan menanggung akibatnya, baik yang menyenangkan maupun menyakitkan. Tentu saja dalam menentukan pilihan terdapat beberapa faktor yang mendukung antara lain :
-gambaran realistis tentang dunia
-gambaran diri yang sehat
-memiliki nilai-nilai yang menjadi acuan
-kejelasan tujuan yang ingin di capai
Faktor-faktor tersebut bukanlah sesuatu yang instan yang dapat diberikan dalam waktu satu malam, melainkan suatu proses pemahaman seseorang terhadap dunia yang dicapai melalui pendidikan. Di sinilah peran ibu dituntut. Gambaran realistis dunia tidak mungkin kita pahami apabila kita tidak mempunyai akar budaya untuk memahaminya, gambaran diripun tidak dapat tercapai apabila seseorang tidak tahu siapa sesungguhnya dirinya dan nilai-nilai apa yang selama ini mengikatnya. Hal inilah yang merupakan kunci dalam membangun generasi muda untuk menemukan jati diri, dan mampu duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan individu lain dari manapun ia berasal dalam suatu ruang bersama dunia.

#Berbahagialah.... Kalian yang dianggap asing..... Sesungguhnya....Kalianlah yang dirindukan Rasulullah...




Pada suatu ketika, Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Siapakah yang paling luar biasa imannya?”
Para sahabat menjawab, “Malaikat, ya Rasulallah.”
Balas Rasulullah, “Sudah tentulah malaikat luar biasa imannya, kerana mereka sentiasa di sisi Allah.”
Seketika terdiam para sahabat, dan menjawab lagi, “Para nabi, ya Rasulallah.”
Rasulullah berkata, “Para nabi sudah tentu hebat imannya, karena mereka menerima wahyu dari Allah.”
Para sahabat mencoba lagi, “Kalau begitu, kamilah yang paling beriman.”
Jawab Rasulullah, “Aku berada di tengah-tengah kalian, sudah tentulah kalian orang yang paling beriman.”
Lalu, salah seorang daripada sahabat berkata, “Kalau begitu, Allah dan Rasul-Nya sahajalah yang mengetahui.”
Maka dengan nada perlahan, Rasulullah berkata, “Mereka adalah umat yang hidup selepas aku. Mereka membaca al-Quran dan beriman dengan isinya. Orang yang beriman denganku dan pernah bertemu denganku, adalah orang yang bahagia. Namun orang yang tujuh kali lebih bahagia adalah mereka yang tidak pernah bertemu aku tetapi beriman denganku.”
Rasulullah diam seketika. Kemudian, beliau menyambung dengan suara yang lirih, “Sesungguhnya, aku rindukan mereka….”.
Sollu ‘alan nabi..

Maa syaa Allah.
Bottom of Form
Bottom of Form
Bottom of Form

#HIJRAH PARA SAHABAT




Suatu ketika 'Umar bin al-Khatthab, menuturkan, "Demi Allah, satu malam
Abu Bakar (bersama Nabi saat menemani hijrah), lebih baik ketimbang seluruh keluarga 'Umar. Demi Allah, sehari Abu Bakar lebih baik ketimbang seluruh keluarga 'Umar." [Hr. al-Baihaqi]

Setelah mendapatkan Bai'at Aqabah II, dan penduduk Madinah sudah siap menyambut kedangan pemimpin besar mereka, Nabi Muhammad saw, Allah SWT pun memerintahkan Nabi untuk hijrah ke Madinah. Abu Bakar, yang semula ditahan oleh Nabi agar tidak hijrah terlebih dahulu, sampai diberitahu waktunya oleh Nabi, akhirnya menunggu momentum penting dan bersejarah itu. Begitu diberitahu oleh Nabi, bahwa beliaulah orang yang ditunjuk untuk mendampingi Nabi, perasaannya bercampur aduk, hingga tak kuasa menahan haru. Karena, beliaulah orang yang dipilih oleh Allah, menemani Rasulullah saw.

Ternyata, seluruh persiapan sudah dipersiapkan oleh Abu Bakar dan keluarganya, untuk mengemban misi mulia itu. Asma' binti Abu Bakar, kakak Aisyah, isteri Zubair bin Awwam, yang saat itu tengah hamil muda diberi tugas yang tidak ringan, menyediakan logistik dan mengantarkannya, begitu juga 'Abdurrahman bin Abu Bakar.

Di tengah malam yang pekat, saat rumah Nabi saw. dikepung kaum Kafir Quraisy, 'Ali bin Abi Thalib, ditugasi Nabi menggantikan tempat tidurnya, hingga tampak dari sela-sela lubang dinding Nabi, bahwa di kamar Nabi masih Nabi yang tidur. "Kami jadikan di depan mereka dinding, dari belakang mereka dinding, kami tutupi penglihatan mereka, sehingga mereka tidak bisa melihat." (Q.s. Yasin: 9). Nabi pun bisa melenggang, meninggalkan rumahnya, sembari menaburkan pasir kepada mereka, menuju rumah Abu Bakar.

Di sepertiga malam yang pekat itu, mereka meninggalkan Makkah. Mereka tidak langsung ke Madinah, tetapi singgah 3 hari, 3 malam di Gua Tsur. Dalam perjalanan itu, kadang Abu Bakar berjalan di depan, kadang di belakang. "Wahai Abu Bakar, mengapa kamu berjalan di belakangku, lalu pada waktu lain, berjalan di depanku?" Abu Bakar menjawab, "Ya Rasulullah, kalau aku ingat orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu. Kemudian aku ingat, ada yang mengintaimu (dari depan), maka aku pun berjalan didepanmu." [Hr. al-Baihaqi].

Saat berada di mulut gua, Abu Bakar meminta Nabi menunggu, karena ingin menyisir semua lubang yang ada di dalam gua, agar tidak ada binatang berbisa yang bisa membahayakan Nabi saw. Tiap lubang disumbat dengan merobek bajunya, hingga tak tersisa. Saat keluar, Nabi bertanya, "Mana bajumu, wahai Abu Bakar?" Abu Bakar, sambil tersenyum mempersilahkan Nabi, masuk ke gua. Tinggal satu lubang, Abu Bakar pun mendudukinya. Di atas pangkuan Abu Bakar, Nabi tidur. Saat Nabi tidur pulas, Abu Bakar menahan rasa sakit sambil menyeringai kesakitan. Beliau tidak berani bersuara, takut membangunkan Nabi saw. Peluh keringatnya pun menetes ke muka Nabi saw. hingga Nabi terjaga. Begitulah pengorbanan Abu Bakar.

Asma' yang membawa logistik pun harus mendaki gunung yang tinggi, dengan batu cadas yang tajam, sambil membawakan kebutuhan mereka. Karena tak ada tali yang bisa digunakan untuk mengikat bawaannya itu, dia pun merobek selendangnya menjadi dua. Itulah, mengapa, dia dijuluki "Dzati an-Nithaqain" (Perempuan pemilik dua tali/selendang). Padahal, saat itu, dia sedang hamil muda, mengandung Abdullah bin Zubair.

Tidak hanya Asma', Abdurrahman pun melaksanakan tugasnya, membawa kawanan kambing untuk menutupi jejak Nabi dan ayahandanya, Abu Bakar. Kambing-kambing itu susunya diperah untuk diminum oleh Nabi dan Abu Bakar.

Begitulah pengorbanan Abu Bakar dan keluarganya. 'Umar pun bersumpah, "Demi Allah, yang jiwaku dalam genggaman-Nya, malam itu lebih baik dibanding seluruh keluarga 'Umar. [Hr al-Hakim].

Subhanallah, Allahu Akbar. Pengorbanan, ketulusan dan itsar (mengutamakan orang lain), khususnya untuk Nabi saw. bukti keimanan Abu Bakar dan keluarganya. Inilah pelajaran berharga yang bisa kita petik dari hijrah. Mereka semua telah menorehkan sejarah, lalu kita bagaimana?
Semoga, kita bisa meneladani mereka.

(KH. Hafidz Abdurrahman, MA)

#Islam Sangat Memuliakan Wanita.





Kaum 'FEMINIS' di Indonesia seringkali memperjuangkan liberalisme seorang wanita yang harus memiliki hak2 yang sama dengan kaum pria. Bahkan kaum feminin menganggap kaum wanita tertekan dengan menerapkan syariat Islam.

Anggapan2 kaum feminin misalnya:
1. Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.
2. Wanita perlu meminta izin dr suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tdk sebaliknya.
3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
4. Wanita menerima warisan lebih sedikit drpd lelaki.
5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
6. Wanita wajib taat kpd suaminya, sementara suami tak perlu taat pd isterinya.
7. Talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
8. Wanita kurang dlm beribadat krn adanya masalah haid dan nifas yg tak Ada pd lelaki.

Itu sebabnya mereka tdk henti-hentinya berpromosi utk "MEMERDEKAKAN WANITA".

Wahai kaum wanita.... Sesungguhnya Syariat Islam justru akan memuliakan dan menjaga kehormatan kaum hawa. Wanita justru memiliki derajat mulia disisi Allah ketika kaum wanita istiqomah dengan kodratnya yang sudah ditetapkan Allah SWT. kepadanya.

1. Benda yg Mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yg teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tdk akan dibiar terserak bukan? Itulah bandingannya dgn seorang wanita.

2.Wanita perlu taat kpd suami, ttp tahukah lelaki wajib taat kpd ibunya 3 kali lebih utama drpd kpd bapaknya?

3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah harta itu menjadi milik pribadinya dan tdk perlu diserahkan kepada suaminya, sementara apbl lelaki menerima warisan, Ia perlu/wajib jg menggunakan hartanya utk isteri dan anak-anak.

4. Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak,tetapi tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, dan tahukah jika ia meninggal dunia karena melahirkan adalah syahid dan surga menantinya.

5. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggung- jawabkan terhadap! 4 wanita, yi: Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jwb terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki,yaitu : suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.

6. Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga yg mana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja, yaitu: shalat 5 waktu, puasa di bln Ramadhan, taat kpd suaminya dan menjaga kehormatannya.

7. Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi wanita jk taat akan suaminya, serta: menunaikan tanggung-jawabnya kepada ALLAH, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.

Masya ALLAH ! Demikian sayangnya ALLAH pada wanita!!
Oleh karena itu, berbahagialah kalian para wanita yg begitu dijaga kemuliaan kalian.

KELEMAHAN WANITA ITU ADALAH:
"Wanita selalu lupa betapa berharga dirinya"