Selasa, 24 Februari 2015

MAKALAH KORUPSI



KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas  segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat  menyelesaikan makalah ini yang berjudul “STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA” . kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima  kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari  jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian,  kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan  rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi  seluruh pembaca.

Penyusun








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan – peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap, dan pikiran kita dari tindak korupsi.
Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Berbagai upaya pemberantasan korupsi, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi.
Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upaya penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau pendekatan negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya. Berdasarkan pengertian, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai kejahatan negara (state corruption). Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat negara, sehingga negara=Kekuasaan=Korupsi. Maka dari itu, mari kita berusaha untuk menghilangkan korupsi di Indonesia ini.
1.2  Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1.      Pengertian korupsi
2.      Faktor  pedorong terjadinya korupsi di Indonesia
3.      Dampak akibat korupsi
4.      Upaya pemerintah dalam memeberantas korupsi dibiang legislasi di Indonesia.
1.3  Tujuan
Tujuan dari pembuatan malakah ini adalah untuk mensosialisasikan apa itu korupsi, dan bagaimana korupsi itu terjadi di Indonesia, serta bagaimana upaya dalam pemberantasan masalah terbesar negara ini . Diharapkan dari pembuatan makalah ini kita lebih mengerti bagaimana cara untuk bisa memerangi korupsi di negeri ini terutama dibidang legislasi yang kian merambah . Kita pun dapat sedikit berpartisipasi memberantasi korupsi setelah kita mengerti dengan jelas korupsi di Indonesia .
1.4  Manfaat
1.      Mengetahui apa itu korupsi dan dampaknya?
2.      Memotivasi masyarakat untuk tidak melakukan korupsi?
3.      Dapat mengurangi atau memberantas korupsi.
1.5  Ruang Lingkup
Perang terhadap korupsi merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu negara berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu unsur yang sangat penting dari penegakan hukum dalam suatu negara adalah perang terhadap korupsi, karena korupsi merupakan hal yang amat penting yang harus segera di hilangkan atau setidaknya berkurang dalam negara Republik Indonesia ini, karena dampak daripada korupsi ini amatlah banyak dan sangat merugikan bagi pihak korban, sedangkan korupsi di negara ini sudah meluas dan mungkin sudah bisa dikatakan permanent, artinya sudah tidak bisa di hilangkan, paling tidak kita harus bisa mengurangi adanya berbagai kasus korupsi yang ada di Negara kita ini, misalnya saja dengan menyadarkan dan memberitahukan kepada masyarakat awam ataupun pada mereka calon generasi penerus bangsa bahwa korupsi itu dampaknya amatlah banyak dan sangat merugikan, serta memotivasi mereka supaya tidak menjadi generasi yang lemah akan moral, supaya negara kita tercinta tidak melemah akibat tidak adanya moral dari mereka yang menjadi pemempin atau mereka yang menjadi tokoh – tokoh masyarakat. Adapun strategi pemberantasan korupsi yang dijabarkan dalam makalah ini antaralain yaitu dengan memberikan pendidikan yang layak serta mencetak generasi muda dengan moral yang baik agar kedepannya Negara ini akan terus berkembang dengan baik, serta dengan membentuk komisi pemberantasan korupsi dengan menggunakan peraturan pemerintahan yang ada, dan sanksi yang dikenakan pada mereka yang melakukan tindak korupsi haruslah adil, supaya mereka jera. Untuk itulah kita harus senantiasa menjaga dan melindungi diri kita sendiri agar tindak melakukan tindak korupsi.


BAB II
METODE PENULISAN
2.1   Objek Penulisan
            Objek penulisan Pemberantasan korupsi di Indonesia, menggunakan metode pengumpulan data, baik dari artikel, internet, maupun referensi.
 2.2   Dasar Pemilihan Objek
Makalah ini dibuat untuk menyampaikan, menganalisis, mencari solusi penanganan korupsi, serta mengklasifikasi penanganan korupsi yang ada di Indonesia.
2.3  Metode Pengumpulan Data
-  Kaji Pustaka
            Rangkaian pengumpulan data yang dilakukan terkait dengan makalah ini antara lain adalah mencari sumber informasi yang berkaitan dengan topik pemberantasan korupsi di Indonesia, mempelajari referansi, data dari internet, menganalisis data dan informasi yang diperoleh, serta menyajikannya di dalam sebuah makalah.
2.4  Metode Analisis
            Menggunakan Metode Deskriptif Analitis: Mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada: Menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung: Mencari alternatif atau solusi pemecahan masalah.




BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
3.1.  Pembahasan
3.1.1  Defenisi Korupsi
Pengertian Korupsi Secara etimologis, korupsi berasal dari kata “korup” yang berarti buruk, rusak, dan busuk “korup” juga dapat berarti dapat disogok (melalui kekuasaan untuk kepentingan pribadi). Korupsi juga disebutkan berasal dari bahasa latin corrupere dan corruptio yang berarti penyuapan  dan corrupere yang berarrti merusak. Istilah ini kemudian di pakai dalam bebagai bahasa asing, seperti Inggris menjadi cooruption dan di Indonesia menjadi korupsi.
Dalam bahasa arab korupsi disebut riswah yang berarti penyuapan. Riswah juga dimaknai sebagai uang suap. Korupsi sebagai sebuah tindakan yang merusak dan berkhianat juga disebut fasad dan gulul. Ketiga istilah ini memiliki rujukan teologis baik dalam hadis maupun Alquran. Sementara dalam terminologis korupsi diartikan sebagai pemberian dan penerimaan suap. Defenisi korupsi ini lebih menekankan pada praktik pemberian suap atau penerimaaan suap. Dengan demikian baik yang menerima maupun memberi keduanya termasuk korupsi. David M Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan manipulasi dan kepurusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi. JJ Senturia dalam Encyclopedia of social sciens (Vol VI, 1993) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekusaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini dianggap sangat spesifik dan konvensional karena meletakan persoalan korupsi sebagai ranah pemerintah semata. Padahal seiring dengan proses swastanisasi (privatisasi) perusahaan negara dan pengalihan kegiatan yang selama ini masuk dalam ranah negara ke sektor swasta, maka definisi korupsi mengalami perluasan. Ia tidak hanya terkait dengan penyimpanagan yang dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabatranah publik baik politisi, pegawai negrimaupun orang-orang dekat mereka yang memperkaya diri dengan cara melanggar hukum. Berpijak paa hal tersebut Transparancy International memasukan tiga unsur korupsi yaitu penyalahgunaan kekuasaan, kekuasaan yang dipercayakan dan keuntungan pribadi baik secara pribadi, anggota keluarga, maupun kerabat dekat lainnya.
Dari beberapa defenisi diatas, baik secara etimologis maupun terminologis, korupsi dapat dipahami dalam tiga level. Pertama Korupsi dalam pengertian tindakan pengkhianatan terhadap kepercayaan, kedua pengertian dalam semua tindakan penyalahgunaan kekuasaan baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan. Ketiga korupsi dalam pengertian semua bentuk tindakan penyalahgunaan
kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan materil.
3.1.2.           Prinsip-Prinsip Antikorupsi
Prinsip-prinsip anti korupsi pada dasarnya merupakan langkah-langkah antisipatif yang harus dilakukan agar laju pergerakan korupsi dapat dibendung bahkan diberantas. Pada dasarnya Prinsip-prinsip anti korupsi terkait dengan semua objek kegiatan publik yang menuntut adanya integritas, objektivitas, kejujuran, keterbukaaan, tanggung gugat dan meletakkan kepentingan publik diatsa kepentingan individu. Dalam konteks korupsi ada beberapa prinsip yang harus ditegakkan untuk mencegah terjadinya korupsi, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, kewajaran dan adanya aturan maen yang dapat membatasi ruang gerak korupsi, serat kontrol terhadap aturan maen tersebut.
a.      Akuntanbilitas
Prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi. Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar segenap kebijakan dan langkah-langkah yang  yang dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna. Akuntabilitas mensyaratkan adanya sebuah kontrak aturan maen baik yang teraktualisasidalam bentuk konvensi maupun konstruksi, baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga.Melalui aturan maen itulah sebuah kebijakandapatdipertanggungjawabkan. Oleh kaerena itu prinsip akuntabilitas sebagai prinsip pencegahan tindak korupsi membutuhkan perangkat-perangkat pendukung, baik berupa perundang-undangan maupun dalam bebtuk komitmen dan dukungan masyarakat.
Keberadaan undang-undang maupun peraturansecara otomatis mengaharuskan adanya akuntabilitas.Hal ini berlansung pada seluruh level kelembagaan, baik pada level negara maupun komunitas tertentu. Sebagai prinsip akuntabilitas undang-undang negara juga menyebutkan adanya kewajiban ganti rugi yang diberlakukan atas mereka yang karena kelengahan itu telah merugikan negara.
b.      Transparansi
Transparansi merupakan prinsip yang mengaharuskan semua kebijakan dilakukan secara terbuka sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk, sekaligus kontrol bagi seluruh bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan seluruh sektor kehidupan publik mensyaratkan adanya transparansi sehingga tidak terjadi distorsi dan penyelewengan yang merugikan masyarakat. Dalam bentuk yang paling sederhana keterikatan interaksi antar dua individu atau lebih mengharuskan adanya keterbukaan, keterbukaan dalam konteks ini merupakan bagian dari kejujuran untuk saling menjujung kepercayaan yang terbina antar  individu. 
Sektor-sektor yang harus melibatkan masyarakat adalah sebagai berikut:
1)             Proses penganggaran yang bewrsifat dari bawah ke atas, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian terhadap kinerja anggran. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan masyarakat melkukan kontrol terhadappengelolaan anggaran.
2)             Proses penyusunan kegiatan atau proyek
3)             Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan dana.
4)              Proses tentang tata cara dan mekanisme pengelolaan proyek mulai dari proses tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis dari proyek yang dikerjakan oleh pimpinan proyek atau kontraktor.



c.       Fairness
Fairness merupakan salah satu Prinsip-prinsip anti korupsi yang mengedepankan kepatutan atau kewajaran. Prinsip Fairness sesungguhnya lebih ditujukan untuk mencegah terjadinnya manipulasi dalam penganggaran proyek pembangunan, baik dalam bebtuk mark up maupun ketidakwajaran kekuasaan lainnya. Jika mempelajari definisi korupsi sebelumya, maka dalam korupsi itu sendiri terdapat unsur-unsur manipulasi dan penyimpangan baik dalam bentuk anggaran, kebijkan dan lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka para perumus kebijakan pembangunan menekankan pentingnya prinsip fairness dalam proses pembangunan hingga pelaksanaanya. Haze Croall dalam bukunya White Collar Crime (kejahatan kerah putih) merumuskan kejahatan kerah putih atau koruptor sebagai kejahatan orang-orang yang menyukai cara-cara licik, menipu dan jauh dari sifat-sifat fairness.
Untuk menghindari  pelanggaran terhadap prinsip fairness, khususnya dalam proses penganggaran, diperlukan  beberapa langkah sebagai berikut:
1)      Komprehensifdandisiplin
2)       Fleksibilitas
3)      Terprediksi
4)      Kejujuran
5)      Informatif

d.      Kebijakan Anti Korupsi
Kebijakan merupak sebuah upaya untuk mengatur tata interaksi dalam ranah social. Korupsi sebagai bentuk kejahatan  luar biasa yang mengancam tata kehidupan berbagai telah memaksa setiap negara membuat undang-undang untuk mencegahnya. Korupsi sebagai bagian dari nilai-nilaiyang ada dalam diri seseorang dapat dikendalikan dan dikontrol oleh peraturan. Kebikjakan anti korupsi dapat dilihat dalam beberapa perspektif, yaitu: isi kebijkan, pembuatan kebijakan, penegakkan kebijakan, hukum kebijakan.

e.      Kontrol Kebijakan
Mengapa perlu kontrol kebijakan? Jawaban yang pasti atas pertanyaan ini adalah karena tradisi pembangunan yang dianut selama ini lebih bersifat sentralistik. Menurut David Korten lebih dari tiga dasawarsa, pembangunan diasumsikan dari pemerintah dan untuk pemerintah sendiri. Ini berarti bahwa fungsi peran, dan kewenangan pemerintah teramat dominan hingga terkesan bahwa proses kenegaraan hanya menjadi tugas pemerintah dan sama sekali tidak perlu melibatkan masyarakat seolah-olah pemerintah paling mengetahui seluk beluk kehidupan masyarakat di negarannya. Itulah sebabnya, ditengah arus demokratisasi, paradigma tersebut harus direkonstruksi sehingga tumbuh tradisi baru berupa kontrol kebijakan.
Paling tidak terdapat tiga model kontrol terhadap kebijakan pemerintah, yaitu oposisi, penyempurnaan dan perubahan terhadap pemerintah. Penggunaaan tiga metode kontrol tersebut tergantung pada bentuk perumusan dan pelaksanaan kebijakanpemerintah serta pilihan politik yang hendak dibangun.
3.2 Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia
·         Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·         Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
·         Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
·         Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah.
·         Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·         Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·         Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
·         Lemahnya ketertiban hukum.
·         Lemahnya profesi hukum.
·         Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
·         Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
·         Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.

3.3  Dampak negatif korupsi
·         Terhadap demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
·         Terhadap perekonomian
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran illegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sector publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
·         Terhadap kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.







3.4  Upaya Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi dibidang legislasi di Indonesia
·         Kontekstualitas Penyusunan Paket Undang-Undang di Bidang Korupsi
DPR masih harus menyelesaikan 199 Rancangan Undang Undang (RUU). Selain jumlahnya yang fantastis, RUU yang harus diselesaikan pun tergolong sangat penting dan mendesak. Diantaranya adalah empat undang-undang terkait dengan pemberantasan korupsi yaitu Undang-Undang Pengadilan Korupsi, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (perubahan terhadap Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), dan Undang-Undang Perampasan Aset.
Empat undang-undang di bidang korupsi ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional(Prolegnas) 2008. Dua undang-undang masuk dalam Prolegnas terkait dengan putusan MK, yaitu Undang-Undang Pengadilan Korupsi dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara pembahasan dua undang-undang lainnya yaitu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Perampasan Aset, terkait dengan penyesuaian substansi undang-undang dengan United Nation Convention Against Corruption (Konvensi Anti Korupsi) 2003 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Penyusunan Undang-Undang Pengadilan Korupsi merupakan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara uji meteriil Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam putusannya MK meminta Pengadilan Korupsi diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri. Untuk pekerjaan ini MK memberi jangka waktu tiga tahun sejak putusan. Sehingga mau ,tidak mau sebelum masa jabatan berakhir DPR harus sudah menyelesaikannya. Kalau tidak, resikonya luar biasa. Pengadilan Korupsi akan dianggap inkonstitusional. Penanganan perkara korupsi akan beralih ke Pengadilan Negeri (Pengadilan Umum). Jelas ini suatu kondisi yang tidak diharapkan dan akan menjadi titik awal mundurnya pemberantasan korupsi. Selain itu, kalau DPR gagal membahas RUU Pengadilan Korupsi maka masyarakat akan mencatatnya sebagai kegagalan besar DPR periode 2004 – 2009.
Apabila dibandingkan dengan tiga undang-undang lainnya, Undang-Undang Pengadilan Korupsi paling mendesak segera diselesaikan. Ini karena adanya batas waktu yang diberikan oleh MK dan implikasinya apabila tidak dipenuhi jangka waktu tersebut. Namun, bukan berarti tiga undang-undang lainnya tidak mendesak karena undang-undang ini juga sangat berperan dalam rangka mengelola pemberantasan korupsi di Indonesia dan dalam rangka mendukung penerapan prinsip-prinsip internasional dalam memberantas korupsi. Pertanyaannya adalah, mampukah DPR menyelesaikan pembahasan empat undang-undang ini di sisa masa jabatannya?
Idealnya, parlemen sebagai representasi rakyat seharusnya menjadi ujung tombak dalam pemberantasan korupsi. Peran tersebut bisa ditunjukkan dengan kinerja dan perilaku mereka. Namun kenyataannya sebaliknya, memprihatinkan. Dari segi perilaku. KPK telah mengungkap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan beberapa anggota DPR. Sekedar contoh, aliran dana BLBI dan dugaan suap alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan. KPK telah menahan beberapa anggota DPR yang diduga terlibat dalam tindak kejahatan itu. Bahkan untuk kasus dugaan suap alih fungsi hutan lindung, diwarnai dengan tertangkap tangannya Al Amin Nur Nasution, dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, yang diduga menerima suap di sebuah hotel. Dua kasus itu hanyalah sebagian kasus yang berhasil diungkap. Jauh sebelumnya, muncul pengakuan Rohmin Dahuri tentang aliran dana Departemen Keluatan dan Perikanan ke beberapa anggota DPR. Selain itu, aliran dana juga mengucur untuk pembiayaan kegiatan DPR. Tak tanggung-tanggung informasi ini terungkap dalam persidangan. Nilai informasinya sangat kuat. Sayangnya sampai sekarang kasus ini tidak ditindaklanjuti.
Tak hanya terkait dengan kasus. Anggota DPR juga menunjukkan ketidaksukaannya pada KPK. Mereka mengusulkan pembubaran KPK dengan berbagai alasan. Adalah Ahmad Fauzi, dari Fraksi Partai Demokrat. Ia mengusulkan pembubaran KPK. Alasannya Kepolisian dan kejaksaan dinilai sudah bisa menjalankan tugasnya untuk mengungkap kasus korupsi. Suatu alasan yang patut dipertanyakan. Terlebih lagi usul ini muncul (lagi) setelah KPK menahan beberapa anggota DPR untuk dugaan korupsi. Sebelumnya usul ini juga pernah disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat Umum(RDPU)Komisi III dengan Koalisi Pemantau Peradilan. RDPU ini untuk menjaring masukan bagi pelaksanaan fit and proper test calon pimpinan KPK periode 2007 – 2011. Alasan pembubarannya karena anggaran lembaga itu yang besar, sementara pengembalian hasilkorupsi ke kas negara kecil. Wacana tentang pembubaran KPK di DPR juga sudah berhembus pada permulaan tahun 2007. Prof Machfud MD, Fraksi Partai kebangkitan Bangsa, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) pada 27 Januari 2007 mengatakan “di kalangan wakil rakyat, ini (wacana pembubaran KPK) sudah mulai dihembuskan. Jika akhirnya DPR RI menyetujui, dan benar-benar digulirkan upaya pembubaran KPK, maka tamat sudah riwayat pemberantasan korupsi di negeri ini.” (Suara Merdeka, 27 Januari 2007). Pada September 2007, Machfud juga mengatakan “sejak setahun lalu, ada yang mengajak saya untuk mendukung pembubaran KPK melalui legislative review, yakni pencabutan UU KPK oleh DPR. Alasannya, kita sudah mempunyai kejaksaan, kepolisian,dan pengadilan biasa yang perlu diberdayakan melalui sistem ketatanegaraan yang normal”(Harian indopos, 27 September).
Fakta di atas memunculkan pertanyaan bagaimana nasib pemberantasan korupsi, jika korupsi juga melanda DPR. Bahkan pembubaran KPK juga muncul dari DPR. Jelas ini menjadi ancaman besar bagi pemberantasan korupsi. Mampukah DPR menyusun paket undang-undang bidang korupsi yang mendukung upaya memberantas korupsi?
Agenda ke depan
DPR mempunyai kuasa besar dalam memberantas korupsi. Kuasa yang dimiliki bisa memperkuat atau justru memperlemah pemberantasan korupsi. Salah satunya terletak dalam fungsi legislasi. Hidup matinya pemberantasan korupsi ada pada kemauan politik DPR. Dengan melihat sisa waktu yang tidak sampai satu tahun ini, menjadi taruhan yang cukup besar bagi nasib pemberantasan korupsi. melihat kondisi yang ada, pembahasan paket undang-undang anti korupsi ini dihadapkan pada dua tantangan besar yaitu masalah waktu dan kemauan politik.
Pertama, masalah waktu. Solusinya DPR harus segera membahas. Itu satu hal yang perlu segera dilakukan oleh DPR. Semakin lama ditunda maka semakin sempit waktu yang tersisa untuk DPR menghasilkan undang-undang yang mampu secara efektif mendukung pemberantasan korupsi. Memang sepertinya ada kesepakatan bahwa untuk paket undang-undang ini pemerintah yang akan menyusun rancangan undang-undangnya. RUU ini akan menjadi inisiatif pemerintah. Tapi sepertinya, pihak DPR pun tidak mencoba mendorong pemerintah untuk segara menyelesaikan rancangannya. Atau memang ini sesuatu yang di sengaja?
Kedua, masalah kemauan politik untuk membahas dan menghasilkan rancangan undang-undang yang mendukung pemberantasan korupsi. Agaknya ini menjadi masalah serius. Akhir-akhir ini banyak anggota DPR masuk pemeriksaan KPK. Beberapa bahkan sudah masuk dalam tahanan. Tentu saja kiprah ini bisa dianggap masalah oleh beberapa anggota DPR. Indikasinya sudah lama muncul wacana pembubaran KPK oleh DPR. Kalau ini dicermati dengan melihat berbagai fakta perkara korupsi yang melibatkan anggota DPR. Wacana pembubaran KPK ini sulit dilepaskan dari adanya kecemasan anggota DPR melihat penindakan yang sudah merambah wilayah DPR. Kondisi ini yang memperlemah kemauan politik DPR untuk menyelesaikan pekerjaan legislasinya di bidang anti korupsi dengan baik. Hal ini juga akan sangat mempengaruhi substansi undang-undang yang akan dibuat. Akibatnya akan muncul undang-undang di bidang korupsi yang secara substansi mengancam upaya pemberantasan korupsi itu sendiri.
Kekuatan publik (antara lain media, masyarakat, aktivis antikorupsi) harus segera dibangun. DPR harus didorong untuk segera melakukan pembahasan paket undang-undang anti korupsi yang sudah direncanakan dalam Prolegnas. Setidaknya undang-undang tentang pengadilan korupsi.
Tak hanya itu, agenda berikutnya adalah pemantauan secara ketat terhadap pembahasan undang-undang. Ini untuk mencegah tarik ulur kepentingan politik yang tidak memihak pada kepentingan publik dalam rangka pemberantasan korupsi. 



BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
      Melihat dari uraian di atas, tidak dapat kita pungkiri korupsi memang benar-benar telah menjadi sebuah masalah yang cukup berat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melihat dari hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai pengaruh dan upaya penuntasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Korupsi sebagai sebuak bentuk konsepsi mengalami pemaknaan yang beragam. Mulai pemaknaan yang bersifat etimologis, terminologis, sampai levelisasi korupsi. Sebagai sebuah penyimpangan, korupsi tidak hanya berlangsung pada ranah kekuasaan untuk mencari keuntungan materi juga dalam bentuk penyimpangan kepercayaan  yang ada pada setiap orang. Korupsi bukan hanya milik pemerintah, tapi juga sektor swasta bahkan lembaga pendidikan. Korupsi tidak hanya berlangsung pada level struktural, tapi juga cultural.
Sebuah Negara akan maju dan berkembang apabila didukung dengan pemerintahan yang adil dan bersih dari unsur-unsur korupsi. Sikap korup para pejabat dan elit politik merupakan penyebab timbulnya masalah kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Dibutuhkan sebuah sikap yang tegas dan profesional untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
4.2  Saran
            Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.


Daftar Pustaka
-          Hamzah jur andi,(2005), pemberantasan korupsi, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada.
-          Dikoro wirdjono projo,(2005),tindak pidana tertentu di Indonesia, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada.
-          Komisi Pemberantasan Korupsi (2008), Survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008.
-          www.wikipedia.com

1 komentar:

  1. keren kakak, sangat bermanfaat bagi yang membutuhkan referensi untuk makalah
    jangan lupa berkunjung juga ya :
    https://diyusjay.blogspot.co.id/2017/10/maju-diam-atau-mundur.html
    sebagai referensi untuk makalah juga

    BalasHapus