Selasa, 24 Februari 2015

KELEMAHAN PELAYANAN PUBLIK DIINDONESIA



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Kelemahan Pelayanan Publik di Indonesia”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis. Serta teman-teman yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


      Penyusun


Ria Fitriyani Albaar











BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Bicara mengenai Pelayanan Publik, banyak hal yang terlitas di benak penulis mengenai hal ini, seperti mengapa banyak sekali keluhan masyarakat mengenai pelayanan pemerintah , baik secara pelayanan administratif, seperti KTP, Akte kelahiran , passport , maupun dari segi pelayanan jasa publik seperti pelayanan transportasi umum. Sebenarnya , apa akar masalah dari buruknya pelayanan publik di Indonesia ? Apakah tidak ada solusi untuk hal ini ? Sebelum menjawab pertanyaan itu, Ada baiknya kita mempelajari lebih dalam apa itu pelayanan publik.
Menurut definisi Wikipedia Indonesia , Pelayanan Publik adalah bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan publik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : Pertama, Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, yakni semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan dari swasta seperti misal rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta. Kedua, pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. dibedakan lagi menjadi; yang bersifat primer dan semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor urusan imigrasi dan pelayanan perizinan. Yang sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Secara Normatif, berbagai peraturan yang mengatur mengenai pelayanan Publik ( Public Service) di Indonesia sangat baik. Namun secara implementasinya, pelayanan pubik (entah yang diselenggarakan negara maupun daerah) dinilai Buruk. Buruknya pelayanan publik memang bukan hal baru, fakta di lapangan masih banyak menunjukkan banyak masalah terjadi di lapangan.
Oleh karna itu menurut penyusun, penting bagi kita untuk mengetahui apa-apa saja kelemahan pelayanan publik yang terjadi di Indonesia. Sehingga kita dapat mencari solusi yang terbaik untuk memperbaiki kelemahan tersebut, guna mensejahterakan / agar masyarakat merasa puas atas pemberian pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik.


1.2 Rumusan masalah
a)   Apakah yang dimaksud dengan Pelayanan Publik?
b)   Apa saja bentuk kelemahan pelayanan publik di Indonesia?

1.3 Tujuan                                                                                                             
a)   Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Pelayanan Publik
b)   Untuk mengetahui apa saja kelemahan pelayanan publik di indonesia
c)   Mencari solusi dalam memperbaiki kelemahan pelayanan publik di indonesia








BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan sebuah kewajiban yang dilakukan oleh sebuah kepemerintahan suatu negara tas negara yang dikelolonya. Organisasi publik dibuat oleh publik, untuk publik, dan karenanya harus bertanggung jawab kepada publik. Pada dasarnya pelayanan public adalah kepercayaan publik. “Public service is a public trust. Citizens expect public servants to serve the public interest with fairness and to manage public resources properly on a daily basis. Fair and reliable public services inspire public trust and create a favourable environment for businesses, thus contributing to well-functioning markets and economic growth,” Dengan demikian, kualitas pelayanan publik merupakan salah satu strategic issuebagi aparatur negara yang harus diaktualisasikan dalam kerangka membangun kepercayaan public. ( OECD (2000))
Negara dalam upaya mencapai tujuannya, pastilah memerlukan perangkat negara yang disebut dengan pemerintah dan pemerintahannya. Dalam hal ini pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi melayani masyarakat serta menciptakan kondisi agar setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.
Pelayanan publik atau pelayanan umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Apalagi saat ini masyarakat semakin sadar apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengontrol apa yang dilakukan pemerintahannya. Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan pengangkutan.
2.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.
3.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Terdapat beberapa karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggara pelayanan publik tersebut, yaitu:
Ø  Adaptabilitas layanan. Artinya derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
Ø  Posisi tawar pengguna/klien, yaitu semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
Ø  Tipe Pasar, yaitu menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada dan hubungannya dengan penggguna/klien.
Ø  Kontrol, yaitu karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna atau penyelenggara pelayanan.
Ø  Sifat pelayanan, yaitu menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.
Oleh sebab itu, pelayanan publik harus dilakukan secara profesional sehingga mampu menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri. Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) dengan ciri sebagai berikut:
a)      Efektif, yaitu lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
b)      Sederhana, yaitu prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, dan tidak berbelit-belit.
c)      Transparan, yaitu adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut.
d)     Efisiensi Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan.
e)      Keterbukaan, berarti prosedur/tatacara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak.
f)       Ketepatan waktu, Kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
g)      Responsif, yaitu lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dalam aspirasi masyarakat yang dilayani.
h)      Adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.

Cara-cara yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang profesional adalah sebagai berikut:
         Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya,
         Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers,
         Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang diinginkan mereka,
         Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas,
         Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan lain.

2.2 Etika Pelayanan Publik
Etika pelayanan publik merupakan suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik.[8] Atau dengan kata lain penggunaan atau penerapan standar-standar etika yang telah ada sebagai tanggung jawab aparatur birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan publik. Fokus utama dalam etika pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan publik telah mengambil keputusan dan berperilaku yang dapat dibenarkan dari sudut pandang etika (agar manusia mencapai kehidupan yang baik)[9]. Apabila dikaitkan dengan birokrasi maka etika birokrasi merupakan panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat.
Sedangkan etika dalam konteks birokrasi menurut Dwiyanto (2002:188): ”Etika birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasnya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas.Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan integritas dalam pelayanan publik adalah sebagai berikut:
1)      Perilaku pelayan publik (Pegawai Negeri) harus sejalan dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mengabdi.
2)      Pelaksanaan pelayanan publik dapat diandalkan.
3)      Warga Negara memperoleh perlakuan “tanpa pandang bulu”sesuai dengan ketentuan hukum dan keadilan.
4)      Sumber daya digunakan secara tepat, efisien, dan efektif.
5)      Prosedur pengambilan keputusan adalah transparan bagi publik, dan tersedia sarana bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan.

Ada dua aspek penting penentu/tuntutan kinerja prima:
1.      Keunggulan teknis (profesionalisme) yaitu efisiensi, produktivitas, dan efektifitas.
2.      Keunggulan moral (etika) yaitu integritas, obyektifitas, atau imparsialitas, keadilan, kejujuran, dan sebagainya.

Dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan atau keputusan pelayanan publik, karena pelayanan publik ditujukan untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan Negara. Etika digunakan sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan sebagai criteria untuk menilai baik-buruknya keputusan.
Selain itu, hubungan etika dan pelayanan publik tercermin dalam kenyataan bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik kepada birokrasi (sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan yang diamanatkan oleh warga negara). Kemudian, nilai-nilai tertinggi yang harus diacu oleh aparatur pelayanan publik (birokrasi) adalah nilai-nilai yang bersumber dari Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 (konstitusi), dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat. Sedangkan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah : PP No. 42 Tahun 2004 (Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS), UU No.8 Tahun 1974 Jo UU No. 43 Tahun 1999 (Pokok-Pokok Kepegawaian), PP No.30 Tahun 1980 (Peraturan Disiplin PNS), dan UU No.25 Tahun 2009 (Pelayanan Publik).

2.3 Kelemahan Pelayanan Publik di Indonesia
Masalah utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang mendukung,dan kelembagaan. Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan pola penyelenggaraannya antara lain sebagai berikut:
ü  Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan publik tersebut.
ü  Belum informatif. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
ü  Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.Biasanya aparat pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri dan sekedarnya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
ü  Belum responsif. Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan publik, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
ü  Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
ü  Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan.
ü  Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. Berkaitan dengan sumber daya manusia, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Berkaitan dengan kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

2.5 Solusi Masalah Kelemahan Pelayanan Publik
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Standar Pelayanan
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.

2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a)      Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;
b)      Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
c)      Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
d)     Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
e)      Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
f)       Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;

3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;


4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan
Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan;
Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi. Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.
Menurut pendapat penyusun sendiri solusi dalam menaggapi masalah kelemahan pelayanan publik di Indonesia yakni Pemerintah seharusnya berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan boirokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain.
Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga masyarakat yang datang keistansinya. Tradisi ini harus diubah dengan menghargai mereka sebagai warga negara yang berdaulat dan harus diperlakukan dengan baik dan wajar. Di antara keunggulan sistem berorientasi pada pelanggan adalah memaksa pemberi jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya, mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi kesempatan kepada warga untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan, tidak boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan, mendorong untuk menjadi pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar bagi keadilan.
































BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelayanan publik atas barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah haruslah kompetitif dan profesional. Kompetitif berarti barang publik dalam pelayanan dan kegunaanya terhadap pelaku bisnis dan masyarakat dapat berkompitisi dengan barang private yang disediakan oleh swasta. Prefesional berarti barang publik dalam pengadaannya harus menggunakan pendekatan organisatif dan sistemastis. Dalam penerapannya, barang publik yang kompetitif dan profesional haruslah diterapkan di segala sektor, baik sektor yang sifatnya pelayanan umum berupa jasa ataupun berupa barang, agar dapat terwujud secara menyeluruh dan komprehensif.  
Dalam pelayanan publik, kita harus ingat, bahwa Pemerintah sanalah seperti Organisasi publik, yang mana Organisasi publik dibuat oleh publik, untuk publik, dan karenanya harus bertanggung jawab kepada publik. Barang publik secara umum diartikan berdasarkan tingkat dua karakteristik utama yang dimilikinya : (1) konsumsi bersama (non rivalry) dan (2) non eksklusif
Kondisi Pelayanan publik Di Indonesia yang masih belum dikatagorikan baik ini, turut menyumbang lemahnya pertembuhan ekonomi di tanaha air, dari sisi anti Kompetisi, lisensi Bisnis dan Izin Usaha, Korupsi, Pungutan Liar. Indonesia diantara negara – neagra lainnya bukanlah termassuk dalam katagori yang dapat di contoh. Dalam hal penyediaan barang publik, jangan membedakan anatara pelayanan barang publik yang langsung mempengaruhi perekonomian denga yang tidak langsung, karena negara ini tidaklah dibangun dan berjalan 10 atau sampai 100 tahun saja.










3.2 Saran
Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggapi masalah kelemahan pelayanan publik di Indonesia yaitu para pemimpin harus melakukan kajian ulang terhadap:
1.      Untuk memperbaiki pola penyelenggaran dapat dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan, pengembangan Standard Operating Procedures, pengembangan survei kepuasan pelanggan, pengembangan sistem pengelolaan pengaduan, maupun pengembangan model-model pelayanan publik bekerja sama dengan pihak swasta.
2.      Perlunya bimbingan dan pelatihan kepada aparat penyelenggara pelayanan publik agar dapat bertindak professional, memiliki kompetensi, empati, dan etika yang memadai. Juga perlu dipertimbangkan kompensasi yang tepat bagi aparat penyelenggara pelayanan publik agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
3.      Perlunya restrukturisasi birokrasi yang dapat memangkas kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana sekaligus memberantas KKN.
4.      Pemerintah seharusnya berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan boirokrasi. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain.













2 komentar: